ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Friday, April 16, 2010 | 10:38 AM | 0 Comments

    Peneliti: Ini Resep Mengalahkan Al Qaidah

    Anggota Perusahaan Fire Support 1, Royal Welsh mengambil gambar retina warga Afganistan pada operasi "Moshtarak" dekat Marjah, di provinsi Helmand Afghanistan, Minggu (14/2). AP Photo/Departemen Pertahanan, SSGT Mark Jones

    TEMPO Interaktif, London - Cara untuk mengalahkan al Qaidah dan menghentikan kelompok Islam dalam rekruitmen anggotanya untuk menjadi alat kekerasan adalah dengan menghapus citra "keren” mereka. Berdasarkan penelitian internasional, mengolok-olok teroris juga menjadi kesalahan fatal untuk membungkam aksi mereka.



    Penelitian selama dua tahun oleh Demos, sebuah lembaga think-tank Inggris, menyimpulkan bahwa gagasan tentang "jihad keren" lebih penting dalam merayu anak-anak muda Muslim untuk kekerasan daripada ustad radikal, kebijakan luar negeri pemerintah Barat, atau latar belakang sosial mereka.

    Demos melaporkan bahwa mereka yang tertarik dengan terorisme lebih memiliki kesamaan dengan kelompok-kelompok subversif, seperti geng jalanan dan hooligan sepak bola dibandingkan dengan Muslim yang berpandangan radikal tapi menolak kekerasan.

    "Kaum muda tertarik untuk berbuat radikal dan pemberontakan terhadap otoritas," kata Jamie Bartlett, salah satu penulis laporan itu. “Untuk sebagian besar pemuda Muslim radikal, ini sebagai bentuk protes, argumen dan belajar. Namun untuk minoritas, al Qaeda mungkin tampak sebagai 'geng yang keren' untuk bergabung, meskipun sebenarnya para anggotanya tidak tahu dan tidak kompeten."

    Penelitian, yang difokuskan di Kanada tetapi juga menyinggung Inggris, Denmark, Prancis dan Belanda, melibatkan dengan memeriksa 58 profil dari kampung yang dituduh membesarkan teroris dari tujuh sel di Kanada dan Eropa. Mereka juga wawancara dengan 20 orang tokoh radikal.

    Tujuan penelitian ini untuk memahami mengapa sebagian umat Islam radikal terlibat dalam kekerasan yang diilhami al Qaeda. Sementara yang lain, yang berbagi pandangan yang sama, ternyata tidak suka dengan kekerasan.

    Dalam penelitian itu disimpulkan, kekerasan radikal cenderung dimiliki oleh orang yang mempunyai pemahaman Islam yang miskin. Kebanyakan dibesarkan di rumah yang kurang religius, cenderung tidak banyak yang belajar di universitas dan kurang terlibat dalam protes politik.

    Apa yang membuat mereka unik adalah kebencian kepada masyarakat dan budaya Barat.

    Para penulis berpendapat bahwa mungkin bagi orang yang membaca teks radikal akan menjadi vokal menentang kebijakan luar negeri Barat, percaya pada hukum Syariah, dan mendukung prinsip Muslim Afghanistan dan Irak melawan pasukan koalisi. Namun, di sisi lain, mereka akan mengecam terorisme yang diilhami al Qaidah.

    Laporan itu mengatakan, pemerintah dan pihak keamanan sebaiknya membuat perbedaan dalam menentukan target orang yang salah karena dibesarkan oleh kebencian. Dalam penelitian itu mengatakan, pemerintah harus mengizinkan pandangan radikal untuk ditayangkan, diperdebatkan dan ditinggalkan.

    Pihak berwenang seharusnya tidak menggunakan slogan "Islam damai." Hal ini tidak akan bepengaruh dan para ustad radikal harus tetap diijinkan (berkotbah), meskipun mereka yang menyertakan kekerasan, atau kebencian agama dan rasial harus tetap ditangani.

    Para penulis menganjurkan menggunakan bahasa satir dan menunjukkan inkompetensi militan, “Untuk menghapus apapun kemewahan yang dimiliki al Qaidah, dan menyarankan menciptakan program US Peace Corps -gaya yang memungkinkan umat Islam untuk melakukan pekerjaan sukarela di negara-negara seperti Afghanistan dan Irak.

    "Trik bagi pemerintah Barat untuk menyambut bentuk-bentuk non-kekerasan radikalisme -memberikan kesempatan bagi Muslim muda untuk terlibat dalam kegiatan "radikal” dengan menjadi relawan luar negeri-- dengan tetap menjaga sikap tidak ada toleransi untuk kekerasan dan terorisme," kata Bartlett.

    Sumber: TEMPO

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.