Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini menjelaskan, perguruan tinggi memiliki konsep, struktur, dan budaya riset yang tinggi. Sehingga pengembangan teknologi industri pertahanan dapat dilakukan secara sistematik dan terstruktur dalam jangka panjang.
Untuk itu, kata Muzzammil, riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi harus sinergi dengan kebutuhan industri pertahanan. Pihak perguruan tinggi harus memastikan riset yang dilakukan dosen dan mahasiswanya bukan sekedar untuk pengembangan teori semata, tapi memiliki nilai jual.
Peran lainnya, menurut Muzzammil, perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk menyiapkan SDM unggulan yang diperlukan untuk menguasai teknologi tinggi dan ilmu terapan Industri Pertahanan dan Keamanan. Sehingga industri pertahanan ini dapat menyerap lulusan perguruan tinggi sehingga tidak menjadi pengangguran baru muncul setiap tahun."Jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi tahun 2011 mencapai 1.132.751 orang, meningkat 15,71 persen dibandingkan tahun 2010. Industri pertahanan harus berkontribusi untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar," Papar Muzzammil.
Selain mengurangi pengangguran, kata dia, sinergi kerja sama antara perguruan tinggi dengan industri pertahanan sangat penting untuk mencegah terjadinya brain drain. Selama ini, orang cerdas di Indonesia tidak memiliki tempat untuk mengembangkan keahliannya karena tidak diberikan tunjangan gaji yang layak dan sarana riset yang memadai membuat mereka lebih memilih bekerja di luar negeri."Brain drain ini sudah terjadi. Banyak ilmuwan Indonesia yang memilih tinggal untuk mengajar dan bekerja di luar negeri. Data terbaru tahun ini, sekitar ratusan mantan pegawai PT Dirgantara Indonesia yang memiliki kepakaran di bidang pesawat terbang bekerja di industri pertahanan Malaysia," katanya.
Sumber : JURNAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment