Jakarta - Juru Bicara Kementerian Pertahanan RI, Brigjen Hartind Asrin membantah pihaknya telah mengirim nota protes kepada pemerintah Australia terkait rencana Amerika Serikat yang ingin menjadikan Pulau Cocos di Australia sebagai pangkalan intai militer.
"Itukan dirilis sama Washington Post yah, kalau dalam posisi kita, yah itu wacana belum klir yah," katanya saat dihubungi Jurnal Nasional, Jumat (30/03).
Dia menambahkan, pihak Kementerian Pertahanan RI melihat itu sebagai urusan Australia dan Indonesia tidak dalam posisi mengatur wilayah orang lain.
"Kalau dari kaca matanya Kementerian Pertahanan yah kita tidak bisa, itu kan negara lain, wilayahnya Australia, jadi kalau itu di wilayah Australia ya Australia yang berwenang. Kita tidak ada kewenangan di sana," katanya menjelaskan.
"Cuma kalau nanti, kalau memang itu jadi, saat ini kita hanya meningkatkan kewaspadaan saja, monitoring saja. Jadi suatu saat bila itu jadi, kita punya teritotorial udara, kedaulatan udara ya kita jaga."
Walaupun rencananya Pulau Cocos akan dijadikan sebagai pangkalan mengintai Kepulauan Spratlly, Indonesia tidak akan membiarkan wilayah kedaulatan udaranya dilanggar suatu saat nanti. "Kalau ada yang melanggar yah kita intercept," katanya.
Dia mengatakan pihaknya tidak pernah mengirim nota apapun soal hal ini. Media asing dia nilai salah mengutip komentarnya. "Soal nota protes, itu kesalahan mereka, itu kesalahan kutip saja. Nggak ada. Jadi kalau minta kejelasan posisi pemerintah itu di Kemlu, Juru bicara Menteri Luar Negeri, karena itu hubungan diplomatik yah," katanya.
Menurutnya, pihaknya belum mengetahui secara pasti bentuk pangkalan yang akan dibangun di Pulau Cocos. "Kalau pangkalan militer itu yang di Darwin, ini beda lagi, makanya ini masih wacana, kita belum tahu pasti apa itu bentuknya," katanya.
Sumber : JURNAS
Readmore --> Kemhan Bantah Kirim Nota Protes Kepada Australia
"Itukan dirilis sama Washington Post yah, kalau dalam posisi kita, yah itu wacana belum klir yah," katanya saat dihubungi Jurnal Nasional, Jumat (30/03).
Dia menambahkan, pihak Kementerian Pertahanan RI melihat itu sebagai urusan Australia dan Indonesia tidak dalam posisi mengatur wilayah orang lain.
"Kalau dari kaca matanya Kementerian Pertahanan yah kita tidak bisa, itu kan negara lain, wilayahnya Australia, jadi kalau itu di wilayah Australia ya Australia yang berwenang. Kita tidak ada kewenangan di sana," katanya menjelaskan.
"Cuma kalau nanti, kalau memang itu jadi, saat ini kita hanya meningkatkan kewaspadaan saja, monitoring saja. Jadi suatu saat bila itu jadi, kita punya teritotorial udara, kedaulatan udara ya kita jaga."
Walaupun rencananya Pulau Cocos akan dijadikan sebagai pangkalan mengintai Kepulauan Spratlly, Indonesia tidak akan membiarkan wilayah kedaulatan udaranya dilanggar suatu saat nanti. "Kalau ada yang melanggar yah kita intercept," katanya.
Dia mengatakan pihaknya tidak pernah mengirim nota apapun soal hal ini. Media asing dia nilai salah mengutip komentarnya. "Soal nota protes, itu kesalahan mereka, itu kesalahan kutip saja. Nggak ada. Jadi kalau minta kejelasan posisi pemerintah itu di Kemlu, Juru bicara Menteri Luar Negeri, karena itu hubungan diplomatik yah," katanya.
Menurutnya, pihaknya belum mengetahui secara pasti bentuk pangkalan yang akan dibangun di Pulau Cocos. "Kalau pangkalan militer itu yang di Darwin, ini beda lagi, makanya ini masih wacana, kita belum tahu pasti apa itu bentuknya," katanya.
Sumber : JURNAS