Jakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bekerja sama mengembangkan teknologi roket Indonesia. Kerjasama ini bagian dari cita-cita beberapa tahun lalu untuk membuat produk roket berhulu ledak yang merupakan basis teknologi rudal itu.
Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, mengatakan teknologi roket perlu dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam bidang penyediaan persenjataan pertahanan negara. Di samping itu, pengembangan juga diperlukan untuk pemanfaatan roket bagi kesejahteraan masyarakat kendati teknologi ini tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat.
“Ketika dokter dan guru tidak ada, orang akan protes. Tapi kalau tidak ada roket, orang tidak akan protes karena roket tidak bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari. Kewajiban kita menempatkan sesuatu yang penting menjadi penting dan mewacanakan hal yang penting itu menjadi komitmen politik,” kata Pratikno, dalam keterangan yang diterima VIVAnews, Jumat 8 Juni 2012.
Manurut Pratikno, pengembangan roket menjadi pilihan kebijakan strategis kepentingan jangka panjang yang seharusnya menjadi perhatian negara. “Pengembangan roket butuh investasi yang sangat besar dengan hasil yang penuh risiko dengan manfaat yang abstrak dan jangka panjang. UGM siap kerja sama terhadap hal yang penting dan strategis ini,” katanya.
UGM bersama Kemristek dan Lapan telah membentuk Komunitas Roket Uji Muatan (RUM). Rencananya, komunitas RUM akan memanfaatkan kawasan Pantai Pandansimo, Bantul, sebagai area pelatihan peluncuran uji roket muatan.
Roket Berhulu Ledak
Staf Ahli Pertahanan dan Keamanan Kemenristek RI, Ir. Hari Purwanto, M.Sc., DIC, mengatakan Kemenristek tengah merencanakan produksi roket hasil pengembangan Lapan. Roket tersebut direncanakan akan dimanfaatkan untuk pertahanan negara dan sebagai pengganti roket yang dibeli dari luar negeri.
Roket merupakan salah satu teknologi strategis, tetapi memiliki biaya produksi yang sangat mahal. Fungsi roket ada dua macam, yakni di bidang militer dan nonmiliter. “Kami akan produksi 1.000 roket dengan nama R-Han 122. Roket ini merupakan roket pertahanan kaliber 122 yang sudah diberikan hulu ledak. Roket ini akan dimanfaatkan untuk menggantikan roket yang dibeli dari luar negeri,” ujarnya.
Roket yang akan diproduksi memiliki jangkauan 15-20 kilometer. “Ini merupakan investasi besar negara, sekaligus untuk menambah kekuatan pertahanan keamanan dan melengkapi tugas TNI,” ujarnya.
Uji coba peluncuran roket R-Han 122 ini sudah berhasil dilakukan di Baturaja, Sumatera Selatan, beberapa waktu lalu. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, Kementerian Pertahanan menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam memproduksi roket yang memiliki daya jelajah 15 kilometer dan dapat digunakan sebagai amunisi artileri tersebut.
"Seribu roket sebetulnya akan kami pakai untuk multiple launcher, atau meluncur bersama-sama," ujar dia dalam acara penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Kementerian Pertahanan dan BPPT di Jakarta, Kamis 17 Maret 2011 lalu.
Kepala Lapan, Drs. Bambang Setiawan Tejakusuma, Dipl.Ing., menuturkan program produksi roket merupakan proyek ambisius Lapan. Pasalnya, sedikit negara telah memiliki program pengembangan roket, antara lain Rusia, Amerika, Perancis, China, India, Jepang, Korea Utara, Iran, dan Pakistan.
“Kita dalam proses untuk mengembangkan. Ujung-ujungnya, roket yang kita hasilkan mampu mengantarkan benda ke luar angkasa,” katanya.
Alih Teknologi Rudal
Untuk roket yang bisa mengantarkan benda ke angkasa, Indonesia sebenarnya sudah berhasil membuatnya. Juli 2009 lalu, Lapan berhasil menerbangkan roket terbesar dengan nama RX-420. Roket yang akan digunakan untuk pengorbit satelit itu mampu menjangkau jarak 101 kilometer, dengan kecepatan 4,4 mach atau setara dengan kecepatan suara sekitar 344 meter per detik.
Juru bicara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Elly Kuntjahyowati, dalam keterangan tertulis kepada VIVAnews, Kamis, 2 Juli 2009, mengatakan, uji terbang roket itu merupakan tahapan untuk membangun Roket Pengorbit Satelit (RPS) yang diharapkan terbang pada 2014.
Dan Menteri Pertahanan saat itu, Juwono Sudarsono, menyatakan, kemampuan ini menjadi dasar untuk pengembangan sistem persenjataan rudal. "Salah satu uji coba Lapan dan Menristek adalah untuk mengajukan alternatif salah satu penangkal, tidak perlu kapal perang atau senjata. Tapi rudal yang berpangkal di darat," kata Juwono Sudarsono.
Kementerian Pertahanan memang sudah lama memikirkan produksi rudal dalam negeri. Ini mulai tercetus tahun 2005. Dana sebesar Rp2,5 miliar digelontorkan untuk proyek pembuatan rudal pada tahun itu. Dan bila itu terwujud Dephan akan menggandeng PT Pindad Indonesia, pabrik senjata dalam negeri yang melakukan penelitian hulu ledak kaliber 122 milimeter.
Untuk teknologi rudal ini, Indonesia pelan-pelan melakukan alih teknologi dari negara-negara yang lebih dulu mengembangkannya. Maret 2012 lalu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, ada pembicaraan dengan China untuk membangun pabrik rudal C-705 di Indonesia. "Kita akan lakukan joint production, atau transfer teknologi," kata Purnomo.
Peluru kendali jenis C-705 memiliki jarak tembak sampai 140 kilometer. "Peluru kendali ini kalau kita bisa produksi dalam negeri, kita akan pasang di daerah perbatasan untuk pengamanan," kata dia.
Rudal C-705 yang pertama diproduksi di China ini akan melengkapi armada Kapal Cepat Rudal (KCR) milik TNI Angkatan Laut. Proses kerjasama produksi rudal ini dilakukan Kementerian Pertahanan RI dan China Precision Machinery Import-Export Corporation (CPMEIC) yang menjadi pemegang proyek pengerjaan rudal C-705.
Sumber :
VIVANEWS