Jakarta - Kita merasa sedih dengan alat tempur yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia. Untuk itulah kita sepakat memperbaiki alat utama sistem persenjataan yang dimiliki angkatan perang kita. Kita sudah menetapkan untuk menyediakan anggaran Rp 150 triliun hingga tahun 2014 bagi pengadaan peralatan tempur TNI.
Tentunya kita berharap bahwa anggaran itu benar-benar dipergunakan untuk pembelian alutsista yang benar. Kita harus menjaga agar jangan sampai anggaran itu bocor dan akhirnya kita tidak pernah membangun angkatan perang yang bisa diandalkan untuk menjaga keseluruhan tumpah darah kita.
Kementerian Pertahanan dinilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu kementerian yang "Bo-Bo", boros dan bocor. Untuk itulah Presiden mencoba memperbaiki sistem pengadaan persenjataan TNI agar sampai menjadi tempat terjadinya praktik korupsi.
Pengadaan alutsista dilakukan oleh komite yang melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, serta Komite Pemberantasan Korupsi. Tujuannya jangan sampai pengadaan alutsista hanya sekadar dilihat sebagai gula yang manis dan semut-semut pun berdatangan untuk menikmatinya.
Dewan Perwakilan Rakyat tentunya diharapkan menjadi lembaga resmi yang mengawasi agar jangan sampai terjadi penyimpangan penggunaan anggaran. Dengan tugas pengawasan yang mereka miliki, DPR harus menjaga agar setiap rupiah yang dipergunakan sepenuhnya dipakai untuk pembelian alutsista yang tepat.
Pertanyaannya, apakah DPR bisa melakukan fungsi pengawasan secara benar? Sejauh mana DPR tidak tergoda untuk ikut menikmati anggaran yang begitu besar, yang dalam periode tiga tahun ke depan mencapai Rp 150 triliun? Apalagi partai-partai politik sedang membutuhkan anggaran besar bagi persiapan Pemilihan Umum 2004.
Potensi bagi tergodanya partai-partai politik di DPR untuk menyalahgunakan kewenangan sangatlah besar. Bayangkan, satu persen saja mengambil untung dari Rp 150 triliun anggaran yang ada sudah Rp 1,5 triliun. Padahal dalam praktiknya selama ini, DPR bisa mengambil sampai 20 persen seperti yang terjadi dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI.
Untuk mencegah jangan sampai DPR tergoda memanfaatkan anggaran pengadaan alutsista, maka DPR sangat sampai masuk ke dalam urusan teknis. DPR cukup duduk bersama Kementerian Pertahanan dan masing-masing Angkatan untuk merumuskan postur TNI seperti apa yang kita ingin bangun dan alutsista seperti apa yang perlu diadakan.
Selanjutnya, DPR mengawasi saja pelaksanaan teknis pengadaan yang dilakukan Kementerian Pertahanan. DPR tidak perlu sampai mengurusi jenis alutsista yang perlu kita beli. Apalagi ikut-ikut menentukan darimana alutsista itu harus didatangkan.
Kalau dinilai ada potensi penyimpangan yang terjadi dengan postur TNI yang ingin kita bangun, DPR tinggal memperingatkan Kementerian Pertahanan. Tugas utama yang harus dilakukan DPR adalah bagaimana membuat anggaran Rp 150 triliun tidak ada yang bocor.
Sebagai pemegang anggaran, memang sekarang ini DPR merasa paling berhak untuk mengatur-ngatur bahkan sampai satuan tiga. Ibaratnya, sampai hal yang sangat mikro, DPR merasa berhak untuk ikut menentukan. Akibatnya, mereka sering dimanfaatkan oleh kelompok yang terbiasa untuk mengakali anggaran.
Sikap greedy seringkali membuat anggota DPR terjerembab. Mereka terjebak pada orientasi untuk mengambil keuntungan dari anggaran yang ada. Tidak sedikit anggota DPR yang harus mendekam dalam penjara karena terjebak dalam praktik korupsi.
Kita harus menjaga agar jangan sampai dalam pengadaan alutsista, anggaran yang sudah disediakan akhirnya dihambur-hamburkan secara sembarangan. Jangan sampai pada tahun 2014 mendatang, anggaran Rp 150 triliun yang kita sisihkan habis, namun kita tidak memiliki postur TNI yang bisa disegani oleh negara lain.
Untuk itu kita semua harus juga ikut mengawal pengadaan alutsista yang akan mulai dilaksanakan tahun 2012 ini. Terutama kelompok masyarakat madani yang peduli terhadap masa depan TNI dan memiliki pemahaman tentang alutsita yang dibutuhkan angkatan perang kita, mau ikut berbicara serta mengawal penggunaan anggaran yang ada.
Cukup sudah praktik korupsi yang mewarnai pengadaan alutsista selama ini. Anggaran yang kita keluarkan akhirnya hanya dinikmati segelintir orang saja, sementara TNI tidak pernah memiliki sosok yang bisa menggentarkan lawan.
Alutsista yang kita miliki tidak didasarkan kepada sosok TNI yang sebenarnya kita dambakan. Semua lebih ditentukan oleh kick back apa yang bisa dinikmati oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan kepentingan TNI, namun sebenarnya hanya memperkaya diri sendiri.
Saatnya bagi kita untuk memulai sesuatu yang lebih baik. Kita memikirkan kepentingan Indonesia yang lebih besar, bukan hanya sekadar keuntungan diri sendiri. Kasihan negeri ini terlalu lama dirugikan oleh warganya sendiri.
Sumber : MetrotvNews
Readmore --> DPR Jangan Menjadi Mafia Alutsista !
Tentunya kita berharap bahwa anggaran itu benar-benar dipergunakan untuk pembelian alutsista yang benar. Kita harus menjaga agar jangan sampai anggaran itu bocor dan akhirnya kita tidak pernah membangun angkatan perang yang bisa diandalkan untuk menjaga keseluruhan tumpah darah kita.
Kementerian Pertahanan dinilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu kementerian yang "Bo-Bo", boros dan bocor. Untuk itulah Presiden mencoba memperbaiki sistem pengadaan persenjataan TNI agar sampai menjadi tempat terjadinya praktik korupsi.
Pengadaan alutsista dilakukan oleh komite yang melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, serta Komite Pemberantasan Korupsi. Tujuannya jangan sampai pengadaan alutsista hanya sekadar dilihat sebagai gula yang manis dan semut-semut pun berdatangan untuk menikmatinya.
Dewan Perwakilan Rakyat tentunya diharapkan menjadi lembaga resmi yang mengawasi agar jangan sampai terjadi penyimpangan penggunaan anggaran. Dengan tugas pengawasan yang mereka miliki, DPR harus menjaga agar setiap rupiah yang dipergunakan sepenuhnya dipakai untuk pembelian alutsista yang tepat.
Pertanyaannya, apakah DPR bisa melakukan fungsi pengawasan secara benar? Sejauh mana DPR tidak tergoda untuk ikut menikmati anggaran yang begitu besar, yang dalam periode tiga tahun ke depan mencapai Rp 150 triliun? Apalagi partai-partai politik sedang membutuhkan anggaran besar bagi persiapan Pemilihan Umum 2004.
Potensi bagi tergodanya partai-partai politik di DPR untuk menyalahgunakan kewenangan sangatlah besar. Bayangkan, satu persen saja mengambil untung dari Rp 150 triliun anggaran yang ada sudah Rp 1,5 triliun. Padahal dalam praktiknya selama ini, DPR bisa mengambil sampai 20 persen seperti yang terjadi dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI.
Untuk mencegah jangan sampai DPR tergoda memanfaatkan anggaran pengadaan alutsista, maka DPR sangat sampai masuk ke dalam urusan teknis. DPR cukup duduk bersama Kementerian Pertahanan dan masing-masing Angkatan untuk merumuskan postur TNI seperti apa yang kita ingin bangun dan alutsista seperti apa yang perlu diadakan.
Selanjutnya, DPR mengawasi saja pelaksanaan teknis pengadaan yang dilakukan Kementerian Pertahanan. DPR tidak perlu sampai mengurusi jenis alutsista yang perlu kita beli. Apalagi ikut-ikut menentukan darimana alutsista itu harus didatangkan.
Kalau dinilai ada potensi penyimpangan yang terjadi dengan postur TNI yang ingin kita bangun, DPR tinggal memperingatkan Kementerian Pertahanan. Tugas utama yang harus dilakukan DPR adalah bagaimana membuat anggaran Rp 150 triliun tidak ada yang bocor.
Sebagai pemegang anggaran, memang sekarang ini DPR merasa paling berhak untuk mengatur-ngatur bahkan sampai satuan tiga. Ibaratnya, sampai hal yang sangat mikro, DPR merasa berhak untuk ikut menentukan. Akibatnya, mereka sering dimanfaatkan oleh kelompok yang terbiasa untuk mengakali anggaran.
Sikap greedy seringkali membuat anggota DPR terjerembab. Mereka terjebak pada orientasi untuk mengambil keuntungan dari anggaran yang ada. Tidak sedikit anggota DPR yang harus mendekam dalam penjara karena terjebak dalam praktik korupsi.
Kita harus menjaga agar jangan sampai dalam pengadaan alutsista, anggaran yang sudah disediakan akhirnya dihambur-hamburkan secara sembarangan. Jangan sampai pada tahun 2014 mendatang, anggaran Rp 150 triliun yang kita sisihkan habis, namun kita tidak memiliki postur TNI yang bisa disegani oleh negara lain.
Untuk itu kita semua harus juga ikut mengawal pengadaan alutsista yang akan mulai dilaksanakan tahun 2012 ini. Terutama kelompok masyarakat madani yang peduli terhadap masa depan TNI dan memiliki pemahaman tentang alutsita yang dibutuhkan angkatan perang kita, mau ikut berbicara serta mengawal penggunaan anggaran yang ada.
Cukup sudah praktik korupsi yang mewarnai pengadaan alutsista selama ini. Anggaran yang kita keluarkan akhirnya hanya dinikmati segelintir orang saja, sementara TNI tidak pernah memiliki sosok yang bisa menggentarkan lawan.
Alutsista yang kita miliki tidak didasarkan kepada sosok TNI yang sebenarnya kita dambakan. Semua lebih ditentukan oleh kick back apa yang bisa dinikmati oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan kepentingan TNI, namun sebenarnya hanya memperkaya diri sendiri.
Saatnya bagi kita untuk memulai sesuatu yang lebih baik. Kita memikirkan kepentingan Indonesia yang lebih besar, bukan hanya sekadar keuntungan diri sendiri. Kasihan negeri ini terlalu lama dirugikan oleh warganya sendiri.
Sumber : MetrotvNews