Untuk memperdalam pembahasan itu, Ketua Komisi I DPR bersama pemerintah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/5), terpaksa menggelar rapat dengar pendapat secara tertutup atau tak terbuka untuk umum.
Dari pihak pemerintah hadir dari empat kementerian, diantaranya, Kementerian Pertahanan (Kemhan), Kementerian Bada Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Perindustrian dan kementerian Keuangan.
"Rapat yang membahas RUU Industri Pertahanan ini digelar secara terbatas atau tertutup. Rapat kali ini kembali membahas lima klaster masalah yang substansial dalam RUU Industri Pertahanan untuk memperdalam atau mempertajamnya," ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.
Mahfudz mengatakan, pembahasan RUU Industri Pertahanan kali ini di antaranya memperdalam posisi BUMN Industri Pertahanan seperti apa, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah dan pengguna, termasuk soal pembiayaannya.
"Kita perlu berhati-hati dalam hal ini. Namun prinsipnya Industri Pertahanan nantinya harus bisa menyerap kebutuhan alutsista TNI untuk modernisasi alutsista TNI secara independen, didukung modal dan kebijakan yang jelas," tegas dia.
Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin mengakui, rapat tertutup masih seputar mengenai sistem pembiayaan atau pendanaan perusahaan industri pertahanan, struktur organisasi, dan mekanisme pemasaran. "Dalam rapat ini juga kita (Komisi I DPR) meminta Kemhan membawa data perbandingan atau referensi dari negara yang tergabung dalam kelompok Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan (BRICS)," ujar dia.
Perbandingan
Cara pengelolaan industri pertahanan yang dilakukan negara - negara sahabat, seperti Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan akan menjadi perbandingan bagi Indponesia dalam mengelola industri pertahanan dalam negeri. "Kita bandingkan dalam hal pengelolaan industri pertahanannya, organisasinya, pembiayaannya, dan pemasarannya," ujar TB Hasanuddin.
Selain itu, untuk menyempurnakan penyusunan RUU Industri Pertahanan, pihaknya juga membandingkan dengan negara lain seperti AS, Rusia, dan Eropa. "Sebelumnya juga sudah kita pelajari sistem pengelolaan industri pertahanan yang dianut AS dan Rusia. Kedua negara ini memiliki sistem yang berbeda. masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan," ujarnya.
Komisi I DPR sendiri menargetkan menyelesaikan pembahasan RUU Industri Pertahanan menjadi UU, sebelum penutupan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2011-2012 pada 13 Juli mendatang. DPR optimistis RUU ini dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai penjadwalan, mengingat antara DPR dan pemerintah telah banyak memiliki kesamaan pandangan soal sejumlah hal krusial dalam RUU ini.
Sumber : Suara Karya
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment