Meski demikian, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno memastikan bahwa kondisi kapal perang itu dalam kondisi sempurna.Tiga unit kapal buatan Inggris tersebut akan datang bertahap mulai 2013 hingga 2014. KSAL menilai Indonesia sangat beruntung mendapatkan tiga unit kapal itu. Pasalnya, kapal yang sudah dipersenjatai lengkap itu dibeli dengan harga murah.
“Hanya mengeluarkan USD380 juta untuk tiga unit.Brunei saja membeli kapal tersebut dengan harga satuan sebesar USD600 juta,” katanya di Jakarta kemarin. Menurut dia,Brunei tak jadi membeli kapal fregat dari Inggris tersebut karena merasa tak cocok secara nonteknis. “Mereka memesan kapal besar, tapi ternyata angkatan lautnya sedikit. Begitu (kapal) mau jadi, mereka bingung,” terangnya.
Di satu sisi,Indonesia tengah membutuhkan penguatan kapal perang untuk TNI Angkatan Laut. Hal ini dilihat sebagai peluang untuk mendapat tambahan kapal dengan harga murah karena Brunei sendiri tak jadi memakainya. Apalagi, kapal tersebut telah dipersenjatai lengkap. Tak hanya itu, kapal itu juga dibuat dengan spesifikasi yang tinggi.
“Saya sudah melihatnya, tidak ada kendala teknis. Alat-alatnya justru nomor satu semua karena yang memesan negara kaya,”lanjutnya. Soeparno menyebut, jika Indonesia memesan sendiri kapal jenis yang sama dengan spesifikasi serupa, tidak akan cukup anggarannya. “Kalau pesan sendiri, mana mungkin kita mendapatkan sebanyak itu,”cetus dia.
Kalangan wakil rakyat di Komisi I DPR sebelumnya mempersoalkan pembelian tiga kapal tempur berjenis Multi Role Light Fregate itu. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menyatakan ada persoalan teknis yang membuat Brunei tak jadi membelinya. Hasanuddin menilai, ada ketidaksesuaian spesifikasi pesanan dari BAE,perusahaan pembuat kapal tersebut.“Bahkan, ada informasi bahwa spesifikasinya diturunkan sehingga Sultan Brunei tidak mau membayarnya,”tuturnya.
Akibat membatalkan pembelian secara sepihak, BAE kemudian memerkarakan Brunei ke Arbitrase Internasional pada 2007. Brunei pun terpaksa membeli.Alhasil, kapal tak terpakai dan Brunei mencoba untuk menjualnya kembali. Dalam tahap penawaran, sejumlah negara menolak, termasuk Vietnam. Pada awalnya, Indonesia sempat menolak karena kapal ini memiliki kendala teknis yakni pada stabilitas kapal.
Pada saat dipakai pada kecepatan tinggi, kapal menjadi miring. Ada informasi juga yang menyatakan bahwa meriamnya tidak bisa tepat sasaran. Karena alasan inilah kemudian pembelian itu dipertanyakan. Protes juga dilayangkan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Salim Mengga.Menurutnya,mubazir jika TNI AL justru membeli kapal dengan spesifikasi yang diragukan ketangguhannya.
Sumber : Seputar Indonesia
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment