“Pengembangan industri alusista (alat utama sistem persenjataan), harus disesuaikan dengan kondisi geopolitik sebagai negara kepulauan. Jadi fokusnya seperti membuat kapal patroli cepat, kapal perang siluman. Dan jika sumberdaya manusianya cukup memadai, sekalian membuat kapal selam. Itu kalau berani visioner,” cetus pengamat pertahanan dari Universitas Indonesia, Aditya Batara, di Jakarta, Minggu (7/10).
Menurutnya, langkah ini sangat diperlukan. Pasalnya, hampir semua negara-negara maju juga menempatkan spesialisasi alutsista tertentu untuk dikembangkan. Terlebih lagi, tidak pernah ada satu negara pun yang mampu memproduksi berbagai alutsista dengan kualitas mumpuni yang merata.
“Misalnya Amerika mereka terkenal dengan pesawat tempurnya, Jerman dengan tanknya dan Israel dengan pesawat tanpa awaknya. Karena itu Indonesia juga jangan memroduksi semuanya. Karena sudah pasti mahal dan butuh riset yang lebih lama,” ulasnya.
Hanya saja, katanya, diperlukan beberapa langkah yang mendesak untuk segera dilakukan dalam rangka mengembangkan industri strategis. Di antaranya, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang diamanatkan UU Industri Pertahanan harus berperan aktif mendorong pengembangan industri strategis sesuai kebutuhan yang ada.
Selain itu pemerintah juga harus pro-aktif mengajak para ilmuwan Indonesia yang banyak bekerja pada perusahaan-perusahaan besar di luar negeri untuk berperan serta. “Kalau hal-hal ini tidak segera dilakukan, maka revitalisasi industri strategis yang dimimpikan Presiden, masih sebatas wacana saja, terlepas sudah ada UU Industri Pertahanannya,” ujarnya.
Sumber : JPNN
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment