Dijelaskannya, bisa jadi adanya selisih harga dari 475 juta dolar AS dan versi Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin sebesar 420 juta dolar AS akibat ketidaksamaan dalam melihat spare part suku cadang maupun spesifikasi lainnya. Karena itu, pihaknya bakal mengklarifikasikan hal itu kepada Mabes TNI AU.
"Ini hanya masalah penghitungan saja yang tidak klop," ujarnya di kantor PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jumat (2/3).
Hartind menegaskan, lantaran pembelian menggunakan mekanisme goverment to goverment (G to G) maka tidak boleh ada perantara. Sehingga pembelian tidak menggunakan broker dan Kemenhan hanya memberikan pendanaan sesuai spesifikasi yang dibutuhkan TNI AU.
"Semua G to G kebijakannya. Tak ada broker. Tapi, user-nya itu TNI AU," kilah Hartind.
Sumber : Republika
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment