Beberapa titik PLB yang disiapkan pemerintah Indonesia, kata Agus, ternyata tidak disambut baik negara tetangga. Ia mencontohkan di Soeta, Merauke, di saat Indonesia telah siap, ternyata Papua Nugini tidak bersedia membuka PLB-nya.
Kasus lain di Simangaris, Nunukan, ungkap Agus, pemerintah Indonesia siap melaksanakannya. Namun, hal tersebut diingkari Malaysia dengan alasan tidak layak untuk dijadikan PLB. "Isu strategis ini yang harus diselesaikan. Sebab, sikap kita selalu bertepuk sebelah tangan oleh negara tetangga," ujar Agus dalam 'Lokakarya Nasional Optimalisasi Pengelolaan dan Pembangunan Perbatasan' di Kemdagri, Jakarta, Rabu (20/7).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi menjelaskan, isu penyelesaian batas wilayah darat NKRI-Malaysia. Hal itu terkait Indonesia yang mempunyai batas darat dengan Malaysia di Kalimantan sepanjang 2.004 kilometer. Menurut Gamawan, sejak 1975, Indonesia dan Malaysia membentuk organisasi kerjasama yang disebut The Joint Indonesia-Malaysia Boundary Committee on the Demarcation and Surve of the International Boundary (JBC).
Gamawan melanjutkan, kegiatan survei demarkasi bersama dilaksanakan sampai pada 2000. Namun, masih menyisakan sepuluh Oustanding Boundary Problems (OBP) menurut Indonesia dan sembilan versi Malaysia. Negeri Jiran itu tidak memasukkan segmen Tanjung Datu sebagai salah satu OBP. "Permasalahan ini yang harus segera diselesaikan," ujarnya.
Sumber : REPUBLIKA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment