Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Sesditjen Pothan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksma TNI Leonardi mengatakan, saat ini Kemhan tengah mengkaji Daftar Inventarisasi Masalah (Dim) dari LSM terkait RUU tersebut.
Menurutnya, semangat penyusunan RUU Kamnas salah satunya adalah agar dalam penegakan Kamnas tidak melanggar HAM. "Justru kita menyiapkan untuk itu. Makanya di poin Pasal 54 (e) kami mencantumkan pengawasan kuasa khusus yang dimiliki unsur-unsur keamanan. Bukan untuk membuka ruang supaya dia punya kekuatan. Itu yang ditanggapi secara salah oleh LSM," katanya di Jakarta, Selasa (19/7).
Menurutnya, pasal 54 poin (e) mengatur mekanisme pengawasan berlapis dalam penyelenggaraan sistem kamnas. Dalam penjelasan pasal itu, di bab penjelasan, berisi penjelasan terhadap mekanisme pengawasan terhadap kuasa khusus tersebut.
"Di penjelasan disebutkan, kuasa khusus yang dimiliki unsur keamanan berupa hak menyadap, menangkap, pengawasannya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Lihat di UU, unsur keamanan mana yang punya kuasa tersebut. BNN, punya kuasa itu, kita awasi melalui RUU Kamnas ini. Kalau TNI kan di UU-nya nggak ada, ya dia nggak bisa melakukan itu," katanya.
Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan pasal 54 (e) memberikan peluang pada TNI, BIN, dan unsur keamanan lainnya untuk memiliki kuasa khusus. Hal ini berpotensi terjadinya tumpang tindih kekuasan dan pelanggaran HAM.
Katanya, kewenangan khusus kepada unsur-unsur keamanan terutama BIN dan TNI akan merusak criminal justice system dan membajak penegakan hukum. Di RUU Kamnas ini penyadapan juga tidak diatur mekanismenya. "Ini artinya RUU Kamnas memberikan cek kosong bagi TNI dan BIN untuk melakukan penyadapan," kata Al Araf.
Sumber : JURNAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment