Keunggulan perusahaan teknologi itu membuat mesin tekstil, misalnya untuk spinning, menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Mesin spinning Oerlikon inilah yang saya temui di pabrik pemintalan benang yang dimiliki oleh perusahaan Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah. Di pabrik tersebut, yang saya lihat waktu itu adalah spinning unit V, mesin-mesin Oerlikon tertata sangat rapi dalam pabrik yang seluruh lantainya menggunakan granit. Ini menyebabkan mesin tekstil yang penuh presisi merek Oerlikon itu menjadi tampak lebih menonjol di atas lantai pabrik yang sangat bersih dan bahkan berkilap bagaikan lantai Grand Indonesia Shopping Mall.
Pabrik spinning yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009 ini tampak sangat terawat dengan tingkat kebersihan yang sangat prima sehingga menimbulkan kesan sebagai sebuah pabrik yang baru saja dibangun. Perusahaan tekstil Sritex memang luar biasa.Kesan inilah yang sungguh diucapkan oleh Ibu Sinta Nuriyah Wahid, istri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid,dalam testimoni di perusahaan tersebut. Kesan seperti ini pun bisa kita peroleh dari Presiden Soeharto, Pak Habibie, Ibu Mega, Presiden SBY, dan bahkan Letjen (Pur) Prabowo Subianto yang pada tanggal 16 dan 17 Agustus 2010 lalu berkunjung ke perusahaan tersebut bersama para pengusaha Indonesia.
Kesan ini bahkan juga muncul dari parabuyer yang berasal dari 40 negara di dunia yang merupakan langganan perusahaan tersebut. Pada saat mengunjungi perusahaan itu, kami datang bersamaan dengan empat orang Norwegia yang mewakili departemen pertahanan mereka yang selama ini menggunakan seragam produksi Sritex bagi tentaranya.Mereka tidak membayangkan di Indonesia terdapat perusahaan tekstil yang memiliki karakteristik prima seperti Sritex. Sritex memang bukan perusahaan main-main.
Perusahaan tersebut merupakan penyuplai tetap kebutuhan baju seragam militer yang dibutuhkan oleh 27 negara yang tergabung dalam NATO. Pada saat kunjungan kami ke salah satu pabrik garmen mereka, kita bisa secara langsung melihat baju seragam tentara Belanda dengan bendera Biru- Merah-Putih yang baru saja selesai dikerjakan dan siap masuk pengepakan dan akhirnya dikirim dengan menggunakan kontainer ke negara tersebut. Kebutuhan baju seragam tentara Indonesia maupun berbagai instansi lain juga dicukupi oleh perusahaan tersebut.
Jika tentara NATO saja menggunakan baju seragam buatan perusahaan tersebut (yang memiliki karakteristik antiapi dan antiinfra merah), maka sudah selayaknya jika tentara negara kita sendiri menggunakan seragam yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Namun bukan hanya itu. Di luar kebutuhan militer, perusahaan tersebut juga memenuhi pesanan baju fashion yang dipesan oleh berbagai perusahaan pakaian maupun jaringan pertokoan di seluruh dunia.Di Amerika Serikat,mereka memenuhi pesanan dari Gap, JC Penney, dan banyak perusahaan lain.
Demikian juga perusahaan lain di Eropa maupun di negara lain yang sampai saat ini berjumlah 40 negara. Itulah sebabnya, tidak mengherankan, dari seluruh produknya, Sritex dewasa ini mampu mengekspor 70%-nya untuk memenuhi pasar ekspor, terutama untuk kebutuhan seragam NATO.Pabrik garmen mereka, yang dewasa ini sedang dalam proses menyelesaikan unit pabrik yang ke- 10, yang kesemuanya dilengkapi dengan hanger system canggih, terus berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, baik domestik maupun ekspor.
Melihat keberhasilan itu, saya menjadi semakin yakin, kebangkitan industri tekstil sebetulnya sedang berlangsung. Sritex bahkan dewasa ini secara berturut-turut sedang membangun pabrik pemintalan (spinning) yang ketujuh sampai yang ke-12 di tanah perluasan mereka yang mencapai 30 hektare. Untuk bisa dibayangkan, satu unit pabrik pemintalan biasanya berdiri di tanah seluas 3 sampai 4 hektare, yaitu beberapa kali lapangan sepak bola.Sementara itu perusahaan tersebut juga dalam proses penyelesaian pabrik tenun (weaving) dan garmen yang meskipun belum selesai penuh ternyata bahkan mulai berproduksi.
Ini menggambarkan betapa dinamisnya perusahaan tersebut. Apa yang terjadi di Sritex bukanlah fenomena tunggal.Di Indonesia saat ini mulai bangkit lagi industri poliester yang selama 14 tahun mengalami stagnasi. Indorama baru saja melakukan akuisisi perusahaan SK Keris dan mulai membangun pabrik poliester baru di Purwakarta.Demikian juga pengambilalihan beberapa perusahaan poliester milik Jepang oleh pengusaha Indonesia, yaitu Unilon dan Tifico,ternyata mampu men-turn-around perusahaan tersebut yang semula mengalami kerugian besar,dewasa ini mulai mengalami keuntungan, bahkan dalam jumlah cukup besar.
Perkembangan tersebut menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan baku poliester, yaitu PTA (purified terephtalic acid) yang selama ini dihasilkan oleh Amoco-Mitsui, Mitsubishi Chemical Indonesia (dulunya Bakrie Kasei), Asia Pacific Fibre (sebelumnya adalah Polysindo Eka Perkasa),dan sebagainya. Gonjang-ganjingnya harga kapas beberapa waktu lalu akhirnya melahirkan kesempatan bagi perkembangan yang lebih baik bagi industri poliester di Indonesia. Selain kapas dan poliester, bahan baku tekstil lainnya adalah rayon yang bahan bakunya berasal dari pohon eukaliptus.
Kenaikan harga kapas yang lalu telah menaikkan juga harga rayon meskipun dalam persentase jauh lebih kecil. Keadaan tersebut membuat rayon yang merupakan substitusi atau komplemen dari kapas mengalami kenaikan permintaan yang sangat tinggi. Di Indonesia dewasa ini hanya ada dua pabrik rayon, yaitu Indobharat yang dimiliki oleh Birla Group India serta South Pacific Viscose. Itulah sebabnya, South Pacific Viscose,anak perusahaan dari Lenzing Group Austria, melakukan ekspansi pabriknya di Purwakarta.
Jika pada Mei 2010 lalu perusahaan tersebut meresmikan pabriknya yang keempat dengan kapasitas 80.000 ton sehingga menjadi 245.000 ton, maka dalam tahun 2012 mendatang mereka akan menyelesaikan pabrik yang kelima dengan kapasitas yang sama sehingga total kapasitas mereka akan menjadi 325.000 ton.
Perkembangan ini akan membuat South Pacific Viscose sebagai perusahaan rayon terbesar di dunia.Keadaan ini pulalah yang telah menarik minat Sritex untuk masuk ke sektor hulu tekstil tersebut. Rasanya tidak mengada - ada jika kita menyimpulkan terjadinya kebangkitan industri tekstil di Indonesia.
Sumber : Seputar Indonesia
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment