Indonesia pertama kali memakai produk militer Israel dengan meminjam pesawat pengintai tanpa awak (UAV) Searcher Mk II milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing yang ditawan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, pada 1996.
Pada 2006, TNI menggelar tender pembelian empat UAV untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan oleh Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp.
Untuk pembelian UAV yang satunya senilai US$6 juta tersebut, Indonesia menggandeng Bank Leumi dari Inggris dan Bank Union dari Filipina sebagai penyandang dana untuk kredit ekspor, menurut laman UPI.
Belakangan karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda. Padahal UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara. Malaysia telah mengoperasikan 15 unit, sedangkan Singapura 35 unit.
Dalam pengujian tim Dephan, UAV Searcher Mk II mengalahkan pesaingnya dari Irkut Rusia dan UAV Hermes buatan Elbit Israel yang diageni ELS Ventures, Belanda.
Selain pesawat intai tanpa awak, sejak lama Indonesia menggunakan produk pistol otomatis buatan Israel seperti UZI hingga varian Galil, mulai dari jenis Galil AR (5.56 & 7.62 mm) hingga Galil SAR (5.56 & 7.62).
Meskipun hubungan RI-Israel secara secara resmi tidak jelas, kerja sama militer dan intelijen kedua negara tidak pernah putus. Dalam buku Intel, karya Ken Conboy, pendirian Satsus Intel (cikal bakal Satuan Pelaksana Bakin) tidak lepas dari dukungan Mossad yang mengirimkan instrukturnya ke Jakarta pada 1968.
Sumber : Bisnis Jabar
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment