“Pesawat tempur ini harus standby selama 24 jam. Jika dibutuhkan, dengan cepat pesawat Hawk 100-200 ini akan bergerak,” ungkap Kolonel (Pnb) Kustono SSos, Danlanud Supadio kepada Yuniardi dari Equator di ruang kerjanya, Kamis (12/1).
Skadron Elang Khatulistiwa yang berpangkalan di Lanud Supadio memang disiapkan untuk menjaga kedaulatan NKRI. Dengan pesawat Hawk 100-200, setiap harinya menyiapkan flight pesawat tempur.
Sehingga jika sewaktu-waktu ada pesawat asing tanpa izin melintas masuk ke wilayah udara Indonesia, jajaran Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), dalam hal ini Pos Sektor (Posek) 1, bisa langsung meng-airborne-kan pesawat hawk dari Pontianak untuk mengidentifikasi pesawat asing yang melintas.
“Pesawat hawk ini akan segera diberangkatkan untuk mengidentifikasi. Sedangkan untuk penindakannya, tentu saja semua tergantung perintah dari panglima,” tegas Kustono.
Kesiapan 24 jam, menurutnya, untuk mengidentifikasi dan menyampaikan laporan saja. Apakah itu diusir, dipaksa mendarat, atau yang lainnya, mengingat ada klasifikasi yang harus dilaksanakan.
Tentu saja pihak Lanud Supadio akan berkoordinasi dengan Posek 1 yang ada di Jakarta. Koordinasi dibantu monitoring menggunakan radar sipil yang ada di Angkasa Pura khususnya di wilayah udara Kalimantan Barat dan sekitarnya. Pasalnya TNI AU yang ada di Kalimantan belum memiliki radar.
“Radar sipil yang ada di Angkasa Pura ini sudah terintegentrasi (koneksi) dengan Kohanudnas di Jakarta,” katanya.
Makanya, kendala Lanud Supadio saat ini adalah belum memiliki radar untuk memonitoring wilayah pertahanan udara khususnya di Kalimantan Barat. Untunglah radar sipil milik Angkasa Pura bisa digunakan.
Selain itu, Skadron 1 juga selalu melaksanakan latihan rutin, di antaranya latihan terbang malam. Tujuannya untuk meningkatkan profesional para penerbang dalam mengantisipasi kemungkinan akan terjadi gangguan, ancaman serta pelanggaran wilayah kedaulatan hukum nasional oleh pihak lain.
Sebab, lanjut Danlanud, untuk meningkatkan dan mempertahankan kemampuan serta tetap terpeliharanya keahlian terbang, para penerbang tentunya membutuhkan latihan yang berkesinambungan. Terbang dengan kondisi cuaca maupun situasi siang ataupun malam. Dengan begitu para penerbang dapat mengatasi berbagai tantangan tugas yang dihadapi.
“Bagi para penerbang tempur, terbang malam bukan merupakan hal yang luar biasa. Namun perlu untuk pembiasaan terutama pada saat lepas landas dan mendarat yang sangat mengandalkan instrumen yang ada. Di samping visual dengan alat bantu lampu penerangan di dua sisi landasan. Untuk itu para penerbang dituntut lebih teliti dan hati-hati dalam menerbangkan pesawat serta melakukan manuver-manuver tertentu,” paparnya.
Tak hanya itu. Menjaga wilayah perbatasan di Kalimantan Barat, Lanud Supadio Pontianak akan diperkuat dengan pesawat tanpa awak. “Pesawat tanpa awak di Pangkalan Udara Supadio diarahkan untuk memperkuat kemampuan pemantauan termasuk daerah perbatasan di Kalimantan Barat. Bahkan juga dioperasikan untuk pengawasan di pulau Kalimantan,” katanya sembari mengatakan kalau pesawat tersebut juga dapat dipersenjatai serta dilengkapi dengan peralatan pendeteksi untuk kondisi malam dan siang hari.
Sumber : QN
Berita Terkait:
1 komentar:
bagus itu berapa UAV disana?
Post a Comment