"Kita lagi mengajukan penawaran untuk mereka, gambara awal tahun ini, mereka melakuka test flight perkenalan karyawan kami juga ikut karena telat,"ujar Direktur Utama PT DI Budi Santoso, di Kementerian BUMN, Kamis (19/7/2012).
Menurut Budi Santoso, kalau pihak Sukhoi tertarik dengan model-model pesawat buatan Indonesia. Sukhoi mengakui kehebatan pesawat buatan Indonesia dari contoh Airbus. "Mereka percaya Indonesia berepa jenis pesawat kita punya keunggulan. Mereka tahunya dari Airbus. Jadi kalau kita tidak mengirim ke mereka ya pesawat mereka nggak jadi,"ungkap Budi Santoso.
Budi Santoso menjelaskan, untuk membangun satu komponen pesawat pihak Sukhoi memerlukan waktu satu sampai dua pesawat bikin toolingnya. Untuk peralatannya, Budi mengatakan, produksinya perlu satu sampai dua tahun karena beda dengan bikin kapal. "Biasanya kita buat perlu satu sampai dua tahun. Kalau sukhoi, perlu 40 sampai 60 pesawat dalam setahun, bagian belakangnya pesawat, ekornya pesawat, mudah-mudahan bisa jalan,"papar Budi Santoso.
PT Dirgantara Akan Produksi Ekor Sukhoi
PT Dirgantara Indonesia menerima pesanan untuk mengerjakan ekor pesawat Sukhoi. "Mereka minta kami membuat bagian belakang, dari vertical fin ke belakang," kata Direktur Utama Dirgantara Indonesia, Budi Santosa, di Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Budi menuturkan nilai kerja sama itu diperkirakan US$ 40-60 juta per set.
Budi mengatakan saat ini Dirgantara Indonesia masih mengajukan gambar dan penawaran kepada Sukhoi. Menurut dia, gambar tersebut ditargetkan selesai awal tahun depan. Budi menjelaskan Sukhoi tertarik untuk bekerja sama karena melihat air frame Airbus yang dikerjakan Dirgantara Indonesia. Untuk saat ini kerja sama masih sebatas tahap negosiasi.
Budi mengatakan pengerjaan peralatan produksi untuk membuat komponen pesawat memakan waktu satu hingga dua tahun. Sukhoi sendiri, kata Budi, membutuhkan 40-60 pesawat setiap tahun. Menurut Budi, pengerjaan bagian belakang pesawat Sukhoi nantinya akan ditangani ahli teknik dari Dirgantara Indonesia.
Budi menuturkan mayoritas produksi perusahaannya saat ini untuk memenuhi pesanan militer. "Pesanan untuk militer mencapai 70-80 persen," ujar Budi. Sebanyak 80 persen tersebut merupakan pesanan yang harus dipenuhi sampai dengan 2016. Budi berharap setelah 2016 porsi pesanan akan berbalik, yaitu 70-80 persen untuk keperluan penerbangan sipil dan sisanya untuk militer.
Sumber : Tribun/TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment