Kuala Lumpur - Alokasi Sebesar RM6 miliar untuk membeli enam unit kapal patroli generasi kedua (SGPV-LCS) untuk penggunaan Angkatan Laut Diraja Malaysia (TLDM) dianggap masih rasional dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan Cadangan itu.
Panglima TLDM, Laksamana Tan Sri Abdul Aziz Jaafar, mengatakan pembelian peralatan dan peralatan baru itu juga memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam kondisi tugas melindungi kedaulatan perairan negara yang semakin menantang.
"Belanja RM6 miliar itu wajar karena permbuatan kapal tersebut bukan saja mencakup biaya konstruksi setiap unit kapal tersebut, malah turut memperhitungkan biaya instalasi sistem persenjataan, teknologi radar dan peralatan lain terkait.
"Jadi, tidak wajar membandingkan jumlah biaya itu dengan biaya dikeluarkan negara lain untuk membeli kapal seperti Amerika Serikat, Selandia Baru, Prancis dan Australia memiliki keahlian dan kemampuan sendiri dalam membangun peralatan militer, termasuk kapal patroli jika dibandingkan kita, "katanya kepada wartawan semalam.
Ia mengatakan hal tersebut untuk menyangkal pernyataan Anggota Parlemen Petaling Jaya Utara, Tony Pua dalam blognya yang berhubungan biaya yang dianggarkan pemerintah Malaysia untuk membeli enam SGPV-LCS adalah 870 persen mahal dari negara lain.
Dia berpendapat ketentuan RM6 miliar itu sangat tidak wajar dibandingkan biaya dikeluarkan negara seperti Amerika Serikat, Irlandia, Jerman dan Israel.
Anggota Parlemen DAP itu mengklaim pembelian kapal patroli pantai (OPV) oleh Angkatan Laut Kerajaan Selandia Baru tahun lalu hanya bernilai NZ $ 90 juta (RM210 juta) setiap. Kapal Roisin Class buatan Irlandia dikatakan hanya bernilai US $ 34 juta (RM103 juta); Super Vita dari Yunani senilai US $ 108 juta (RM329 juta); Type 130 dari Jerman (AS $ 188 juta atau RM572 juta), sedangkan Saar V dari Israel senilai US $ 260 juta atau RM791 juta.
Abdul Aziz mengatakan, biaya dinyatakan anggota oposisi itu tak tepat karena tidak mencakup semua biaya konstruksi dan instalasi berbagai peralatan diperlukan dalam sebuah kapal patroli atau kapal perang.
"Perbandingan harga juga tidak wajar karena biaya dibelanjakan negara tersebut bukan pada harga terbaru," katanya.
Sumber: HARIAN ONLINE
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment