Menurut sumber dari Indonesia, kedua negara telah melakukan komunikasi akhir-akhir ini. Sumber tersebut mengatakan kepada The Jakarta Post, bahwa AS telah meminta Indonesia untuk menerima hibah 24 F-16 daripada membeli pesawat baru yang akan dikerjakan pada empat tahun yang akan datang. TNI AU bisa menggunakan 24 F-16 hibah daripada harus menunggu pesawat baru, untuk meningkatkan kemampuan TNI AU, termasuk memantau situasi di Laut Cina Selatan.
"AS mengharapkan Indonesia untuk membantu mereka melawan Cina jika terjadi sesuatu yang buruk terjadi di Laut Cina Selatan," kata sumber yang tidak disebutkan namanya karena informasi tersebut sangat rahasia.
Tetapi pemerintah AS secara tegas menolak informasi tersebut.
"AS tidak memberikan permintaan kepada pemerintah Indonesia mengenai penggunaan secara khusus F-16 yang direncanakan akan dihibahkan kepada Indonesia," Ujar Troy Pederson dari kedutaan AS saat melakukan klarifikasi kepada The Jakarta Post pada hari selasa.
Juru bicara Kemhan Brigjen Jenderal Hartind Asrin mengatakan tidak tahu menahu dengan informasi tersebut.
Selain dari permintaan AS, 2 skuadron F-16 kedepannya akan meningkatkan kemampuan armada TNI AU, Ia juga menambahkan bahwa Indonesia sedang menunggu respon dari AS untuk menerima negosisasi untuk mengupgrade F-16 yang rencananya akan tiba seluruhnya 2014.
AS telah mematok biaya sebesar $ 760 juta, sementara pihak indonesia melakukan negosiasi sebesar $669 juta, kata Hartind.
Anggota Komisi I dari fraksi PDI-P TB Hassanuddin, mengatakan dia tidak mengetahui informasi tersebut secara pasti.
"Tetapi apapun kasus tersebut, kita harus menjaga kedaulatan kesatuan NKRI, kami bisa mengambil keputusan dan menggunakan uang kita sendiri. Kami tidak memiliki alasan membantu suatu negara," Ujarnya kepada TJP.
Selain itu TB Hassanudin juga tidak tahu menahu tentang permintaan dari AS tersebut, selain itu ia juga mengatakan bahwa F-16 tersebut didatangkan dari US National Guard, bukan dari USAF, sehingga pesawat tersebut hanya memiliki kemampuan untuk pencegat bukan untuk pertempuran.
Menanggapi permintaan dari AS tersebut, menurut pengamat pertahanan dan keamanan UI Andi Widjajanto mengatakan apa yang AS lakukan itu untuk melewati rintangan tersebut, dimana negara tersebut bisa ikut mempertahankan kepentingan AS.
Hal ini dapat diartikan secara dua hal: pertama kekuatan ekonomi AS sekarang sedang melemah sehingga tidak bisa melakukan konfrontasi secara langsung untuk menyiasatinya menggunakan strategi smart power, yaitu menggunakan seluruh pengaruh kekuasaannya sehingga dapat melakukan strategi tersebut walaupun jauh dari wilayah AS," ujarnya kapada TJP.
"Jika Indonesia menjadi target AS berikut dan dapat melewati rintangan tersebut, maka Indonesia akan menjadi negara yang terpaksa untuk melawan Cina, hal ini bukan untuk kepentingan Indonesia tapi kepentingan AS.", Indonesia merupakan target yang sangat efektif bagi AS, yang berarti Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri dari jebakan tersebut, dimana Indonesia tidak bisa mengantisipasi dengan kebangkitan militer Cina, sehingga Indonesia akan lebih dekat dengan AS. Menurut Andi, ia juga menambahkan Australia sudah menjadi target pertama untuk kepentingan AS.
AS juga berencana untuk mendirikan pangkalan militer di Darwin, Australia, dan akan menempakan 2500 pasukan marinir disana, menurut salah satu pengamat disana mengatakan langkah ini dimaksudkan untuk melawan Cina. AS tidak akan membangun pangkalan militer AS disana tapi akan menggunakan fasilitas militer di Australia untuk menunjukkan bahwa kehadirannya merupakan bagian dari perluasan kegiatan pelatihan militer AS dan sekutunya.
Menurut Direktur Indonesia Center of Democracy, Diplomacy and Defense Teuku Rezasyah mengatakan Indonesia tidak boleh membiarkan AS untuk melakukan "War by Proxy" kepada Indonesia, seperti yang terjadi di Timor leste (pada saat itu Timtim) pada tahun 1975. Dia mengatakan bahwa waktu itu AS membuat Indonesia menduduki Timor Leste, dengan alasan untuk memberi efek jera kepada orang-orang komunis yang telah tersebar luas disana.
Sumber : TJP/WDN/MIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment