"Kami sependapat dengan wacana pengawalan kapal niaga, tapi perlu ada kesepakatan bersama dulu," katanya setelah memimpin upacara Hari Pendidikan TNI Angkatan Laut (Hardikal) ke-65 di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, kesepakatan TNI-AL, pemerintah, dan pemilik kapal sangat diperlukan sebelum pengawalan kapal niaga benar-benar direalisasikan.
"Sejak wacana itu muncul, kami sudah mendiskusikannya di internal TNI-AL," katanya.
Ia mendukung pengawalan itu. Kalau tidak mungkin dilakukan pengawalan oleh armada TNI-AL, maka pilihan lain adalah menempatkan personel TNI-AL di kapal niaga yang berlayar di perairan internasional.
Menurut dia, pilihan itu paling realistis daripada kapal niaga berbendera Indonesia dibiarkan melintas di perairan internasional yang rawan perompak tanpa pengawalan.
Dalam pembebasan awak MV Sinar Kudus yang mengangkut bijih nikel dari Sulawesi Selatan menuju Belanda dari tangan perompak Somalia beberapa waktu lalu, pihak TNI sebenarnya tidak setuju cara-cara membayar tebusan.
"Jangan ada lagi model-model tebusan seperti itu. Lebih baik dilakukan pengawalan saja, karena cara itu (penebusan) itu memanjakan para perompak," kata Soeparno.
Sebelumnya, Solidaritas Pelaut Indonesia (SPI) meminta TNI AL memberikan pengawalan kepada kapal niaga berbendera Indonesia terutama yang melintasi perairan internasional yang rawan perompak agar peristiwa yang menimpa MV Sinar Kudus tidak terulang.
Ketua Umum SPI, Pius Lajapera, saat diterima KSAL di Jakarta, beberapa waktu lalu bahkan meminta agar TNI-AL menempatkan personelnya pada kapal-kapal niaga berbendera Indonesia yang akan melintasi perairan internasional yang rawan perompak.
"Dengan begitu, kapal-kapal Indonesia bisa melewati jalur-jalur tersebut dengan perasaan tenang dan aman," .
Sumber: DEPHAN
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment