Kementerian Pertahanan Taiwan menegaskan sikap tersebut kemarin. Mereka mengkhawatirkan para penjaga pantai yang kini ditempatkan di Spratly yang diklaim beberapa negara, dan kepulauan Prata atau Paracel yang diklaim China. Alasan Taiwan, mereka tidak memiliki persenjataan berat yang cukup untuk menghadapi potensi konflik.
”Saat ini para penjaga pantai di Nansha (Spratly) dan Tungsha (Prata) hanya memiliki persenjataan ringan,” papar juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan David Lo. ”Kapal-kapal rudal dan tanktank merupakan opsi yang telah kami tawarkan pada para penjaga pantai.” Kementerian Pertahanan Taiwan tidak menjelaskan jumlah kapal dan tank yang dikerahkan.
Selain itu,Taiwan juga menyatakan, para penjaga pantai belum membuat keputusan akhir. Media lokal menyebutkan, kehadiran kapal-kapal rudal akan menjadi langkah pencegahan. Setiap kapal kelas Seagull berbobot 47 ton milik Taiwan dipersenjatai dua rudal Hsiungfeng I. Rudal itu merupakan persenjataan dari kapal ke kapal dengan jangkauan 40 kilometer.
Pernyataan Taiwan itu muncul saat China menjadi lebih agresif di perairan Laut China Selatan yang kaya sumber daya alam.Padahal beberapa tahun sebelumnya, China relatif tenang-tenang saja. Taiwan pada Sabtu (11/6) menegaskan lagi klaimnya terhadap Spratly, bersama tiga kelompok pulau lainnya di Laut China Selatan, di tengah meningkatkan ketegangan regional terkait perbatasan maritim.
Taiwan, Vietnam, Brunei, China, Malaysia, dan Filipina mengklaim seluruh atau sebagian Spratly terletak di atas cadangan minyak yang melimpah. Penjaga pantai Taiwan saat ini memiliki 130 personel di Taiping, pulau terbesar di Spratlys yang memiliki landasan untuk dukungan logistik.
Sedangkan militer Filipina pada April berencana menggunakan kapal patroli buatan Amerika Serikat (AS) di perairan tersebut setelah memprotes kapal-kapal patroli China yang mengganggu kapal eksplorasi minyak Filipina di wilayah tersebut. Sementara Vietnam menyatakan pada Jumat (10/6), mereka hendak menggelar latihan penembakan peluru aktif di Laut China Selatan hari ini.
Langkah tersebut setelah perdebatan dengan China terkait kedaulatan di daerah itu. Vietnam memperingatkan kapal-kapal menjauh dari wilayah itu saat latihan dilakukan. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Nguyen Phuong Nga membenarkan latihan penembakan tersebut. ”Ini merupakan aktivitas latihan tahunan rutin angkatan laut Vietnam di daerah itu yang diprogramkan untuk unit-unit Militer Rakyat Vietnam,” paparnya.
Saat ditanya tentang kemungkinan peran Amerika Serikat (AS) atau negara lainnya dalam menyelesaikan perselisihan di kawasan itu, Nga menjelaskan, ”Menjaga perdamaian, stabilitas,keamanan, dan keselamatan maritim di Laut Timur merupakan kepentingan bersama seluruh negara dalam dan luar kawasan,” katanya.
”Setiap upaya oleh komunitas internasional untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Timur kami sambut,” ujar Nga, yang menyebut Laut China Selatan dengan istilah yang umum dipakai rakyat Vietnam,Laut Timur. China marah setelah Vietnam menyatakan, sebuah kapal nelayan China menabrak kabel-kabel dari satu kapal eksplorasi minyak di zona ekonomi eksklusif.
Beijing mengklaim, kapal-kapal nelayan China diusir oleh kapal-kapal militer Vietnam dalam insiden pada Kamis (9/6). ”Salah satu kapal China terlilit kabel-kabel kapal eksplorasi minyak Vietnam, yang terus menahan kapal China selama lebih dari satu jam sebelum jaring dipotong,” papar Kementerian Luar Negeri China.
China menuduh Vietnam melanggar kedaulatannya dan mengatakan aksi Vietnam membahayakan nyawa pelaut China. Sebaliknya,Vietnam menganggap insiden itu bagian upaya China mengontrol perairan yang diperselisihkan. Hari ini Vietnam berencana menggelar latihan penembakan amunisi aktif di Provinsi Quang Nam.Menurut Vietnam, keputusan menggelar latihan itu dibuat pada 7 Juni.
Laut China selatan merupakan salah satu jalur pelayanan penting dan mungkin mengandung cadangan minyak serta gas bumi. Karena itu, setiap negara di dekat wilayah itu berusaha meluaskan pengaruhnya. Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan juga mengklaim kawasan di Laut China Selatan. Tapi, klaim China jauh lebih lebar, sekitar 1,7 juta km persegi, termasuk kepulauan Spratly dan Paracel.
Sumber: SINDO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment