Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, kemarin (23/2) di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta.
“Kalau pinjaman dari bank komersal lebih tinggi biayanya dibandingkan dari capital market. Kemudian prosesnya juga lama, karena harus negosiasi dan kita harus memenuhi kondisi yang disyaratkan. Prosesnya lebih lama,” tutur Rahmat.
Karena itu, kata dia, kini sedang dikaji untuk mendanai pembelian Alutsista dengan cara tunai. “Kita bisa melalui dana tunai. Artinya, kita terbitkan SUN di pasar luar negeri mau pun menerbitkan SBN dalam rupiah untuk membeli Alutsista. Ini breakthrough yang perlu kami sampaikan,” tambah Rahmat.
Januari lalu, Pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat memperbesar porsi pinjaman dalam negeri untuk mendukung pendanaan pengadaan Alutsista. Dalam rencana strategis nasional (renstra) untuk mendukung minimum essensial force (MEF), Pemerintah dan DPR sepakat menetapkan batas pinjaman untuk pendanaan pengadaan Alutsista sebesar US$6,5 miliar. Dari nilai tersebut, yang sudah berhasil dipenuhi sebesar US$5,7 miliar. Sisanya sebesar US$793 juta kini sedang diupayakan pendanaannya.
Lebih lanjut Rahmat mengatakan Pemerintah juga kini mempertimbangkan mengganti pinjaman luar negeri dengan obligasi dalam negeri karena yield obligasi yang murah saat ini. Obligasi 10 tahun, misalnya, yieldnya cuma 5,2 persen, bandingkan dengan kredit perbankan yang 8 persen. “Artinya kita lebih fleksibel sekarang, kita dapat menggunakan berbagai alternatif pembiayaan yang ada. Mana yang paling murah dan paling cepat prosesnya.”
Sumber : Jaring News
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment