Ajak Perbankan Peduli NKRI
Sudah sepatutnya, pemerintah bersikap tegas membangkitkan industri pertahanan dalam rangka memenuhi kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF).
Artinya, membangkitkan industri pertahanan guna memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) dalam negeri, melalui pemberdayakan perbankan nasional.
"Kita harus berdayakan perbankan nasional, baik dalam hal belanja alutsista ke industri alutsista dalam negeri maupun luar negeri (jika ada yang belum bisa kita produksi sendiri). Jadi, pembiayaannya dilakukan secara mandiri, tidak dengan K/E yang amat menguntungkan pihak lembaga keuangan asing," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi, di Jakarta, baru-baru ini.
Keikutsertaan perbankan nasional dalam mendukung MEF merupakan implementasi kepedulian menegakkan kedaulatan serta mengamankan wilayah NKRI dari setiap ancaman asing, termasuk aksi-aksi penjarahan, pencurian kekayaan alam, maupun gangguan di kawasan perbatasan lainnya.
"Artinya, kita bisa memilih (cara pengadaan barang), tidak diperlakukan semena-mena oleh negara mana pun dengan dalih karena memberikan bantuan hutang. Dan yang pasti, harga lebih murah karena membeli dalam jumlah banyak, dan waktu serah terima yang lebih cepat," ujar Fayakhun yang juga menjadi salah satu pengurus DPP Partai Golkar periode 2009-2015 ini.
Bila MEF bisa diterapkan segera, pria kelahiran 24 Agustus 1972 ini, yakin, negara tetangga manapun akan lebih berhati-hati, karena alutsista inti Indonesia menjadi kuat dan berwibawa.
Lebih dari itu, Indonesia telah mengejawantahkan amanat konstitusi serta harapan para the founding fathers serta seluruh rakyat Indonesia menyangkut upaya menjaga harga diri bangsa. "Ini (harga diri bangsa) di atas segalanya, dan tidak bisa dinilai dengan uang," katanya.
Karena itu, implementasi MEF merupakan syarat mutlak. "Jadi sekali lagi, ini tidak bisa dinilai dengan ukuran materi berupa uang. Karena hal ini menyangkut kedaulatan wilayah NKRI, menyangkut harkat, martabat dan harga diri sebuah bangsa," kata Fayakhun menegaskan. (Feber S)
MEF Penjabaran Harga Diri Bangsa
Pemerintah jangan sesekali menganaktirikan soal pentingnya pertahanan negara. Tentunya, pertahanan berbicara soal personel dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang terangkum dalam kualitas dan kuantitas pertahanan.
Jika TNI dibekali alutsista memadai serta berteknologi tinggi, akan meberikan dampak positif pada pertahanan. Pada sisi lain, alutsista berteknologi tinggi dimiliki TNI, memberikan daya gentar pada negara tetangga.
Untuk itu, tutur anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi, tak salah jika Indonesia mengintensifkan pemenuhan alutsista yang berbasis kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF). Realisasi pemenuhan kebutuhan minimal alutsista inti, yang dijabarkan dalam konsep MEF, merupakan harga diri bangsa Indonesia.
"Jika ini diabaikan terus-menerus, menyebabkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) berada dalam posisi rawan alutsista, minim kuantitas, rendah kualitas, yang berarti berpengaruh kepada parahnya daya gertak, terutama menghadapi beragam provokasi dari luar (di perbatasan) maupun dari dalam," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) II DKI Jakarta ini.
Patut diakui, jika Kementerian Pertahanan (Kemhan) sangat jeli dan spesifik mengitung implementasi MEF. Artinya, Kemhan melakukan perhitungan cermat untuk kebutuhan minimum alutsista inti yang dijabarkan dalam MEF tersebut.
Meski demikian, ucap Fayakhun, hitungan MEF itu harus sesuai dengan kebutuhan akan datang. Dalam periode enam tahun ke depan, MEF tak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi.
"Ternyata, MEF TNI saat ini, setara dengan kemampuan Kemhan membeli alutsista selama enam tahun. Namun, apabila selama enam tahun tersebut pembelian alutsista secara 'ketengan' atau 'sedikit-sedikit', juga akan sulit memenuhi MEF yang diharapkan dalam waktu enam tahun itu," ujarnya.
Dia mengatakan, MEF merupakan kebutuhan hari ini. "Ini soal harga diri bangsa yang semakin `diinjak-injak` bangsa lain, khususnya tetangga. Lihat saja berbagai provokasi di kawasan perbatasan yang agak sulit ditanggapi dengan gertakan minimal seimbang, karena kita memang merasa kalah dalam alutsista inti (MEF). Dulu, di era Bung Karno hingga Pak Harto, kita tidak begini. Makanya tak ada yang berani menggertak kita," katanya. Dan, kini Kemhan sepertinya terus bekerja keras meningkatkan kinerja dan kemampuan pertahanan negara.
Duduk Bersama
Sementara itu, melalui blogger www.fayakhun.blogspot.com yang dkutip Suara Karya, Fayakhun menilai persoalan MEF hanya bisa dipecahkan bila Kemhan, TNI serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) duduk bersama.
"Lalu, menyiapkan skema implementasi MEF secara konkret dan konsekuen. Jadi, menurut kami, kalau dalam enam tahun kita memerlukan 24 pesawat tempur, maka ketika membeli, sekaligus membeli 24 unit, sehingga harganya akan jauh lebih murah ketimbang setiap tahun membeli empat unit," katanya.
Sebab, menurut dia, jika membeli sekaligus 24 unit, total barangnya akan diterima di tahun ketiga. "Artinya, waktunya lebih cepat, harga lebih murah, dan biaya perawatan akan lebih murah per unitnya juga," ujarnya.
Fayakhun Andriadi menambahkan, konsep yang sama berlaku untuk membeli kapal, tank, rudal, dan macam-macam alutsista inti lainnya. "Itulah pemikiran orisinal kami terhadap implementasi MEF secara utuh," katanya.
Mengenai cara pembayaran, tutur Fayakhun Andriadi, selama ini memang banyak yang mengusulkan melalui penerapan konsep K/E (kredit ekspor). "Setahu saya, konsep K/E pada dasarnya adalah konsep pinjam uang, dibayar bertahap, dengan membayar bunga, dengan kata lain, utang ke institusi keuangan asing, atau utang ke negara lain," ucapnya.
Namun, menurut dia, ini menjadi tidak efisien, karena durasi waktu menjadi 33 bulan hingga terjadi kontrak. "Tetapi, sesungguhnya kita memiliki alternatif secara domestik. Sebab kita tahu bersama, perbankan dalam negeri, yang disinyalir memiliki `dana tidur` dalam jumlah besar, sebetulnya adalah sesuatu yang potensial," kata Fayakhun.
Jadi, bagi Fayakhun Andriadi, dari pada menjadi beban pemerintah untuk membayar SBI, akan lebih bermanfaat jika "dana tidur" itu digunakan membiayai pembelian alutsista inti TNI, yang bisa dipakai demi menjaga kedaulatan bangsa.
"Ingat, kasus penangkapan tiga anggota atau petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kita oleh pihak Polisi Air Malaysia yang sungguh memalukan. Mudah-mudahan dengan terpenuhinya alutsista inti, hal itu tidak terjadi lagi. Sebab, kita sudah punya kekuatan untuk mengamankan kekayaan sumber daya alam dari pencurian," ujarnya.
Ia juga mengingatkan, bisa saja nilai kekayaan alam Indonesia yang hilang setahun, cukup untuk memenuhi MEF (alutsista inti) TNI hanya dalam setahun, tidak perlu menunggu bertahun-tahun. (Feber S)
Susaningtyas Nefo Handayani K.
Anggota Komisi I DPR/ Fraksi Partai Hanura
F16 Mantapkan Pengawalan NKRI
Komisi I DPR menyetujui hibah 24 unit bekas pesawat F16 dari pemerintah AS dengan skema Foreign Millitary Sale (FMS) yang harus up grade setara dengan blok 52.
"Ini keputusan antara Komisi I DPR dan Menteri Pertahanan, beberapa waktu lalu (25/10)," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Hanura, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Nuning, begitu panggilan akrab Susaningtyas, dalam menindaklanjuti hibah ini, dibentuk tim khusus peningkatan kerja sama Indonesia-AS dalam bidang pertahanan yang lebih saling menguntungkan.
Menurut dia, seperti dikutip Today.com, dalam rapat tersebut, juga ada suara protes yang diungkapkan Fraksi PDIP melalui Tjahjo Kumolo bahwa penyediaan dana dari pihak Indonesia cukup besar dan kemampuan terbatas bagi hibah F16, masuk katagori hibah bersyarat yang jelas memberatkan.
Sebagaimana berita sebelumnya, untuk upgrade hibah pesawat seluruhnya, pemerintah harus mengucurkan dana tak kurang dari 600 juta dolar AS atau Rp 5,3 triliun. (Feber S)
BTB Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi I DPR/Fraksi PDIP
Pemerintah Wajib Tangkal Intervensi Asing
Pemerintah wajib menangkal segala bentuk intervensi pihak asing ke Indonesia karena kedaulatan negara merupakan harga mati. "Kedaulatan negara Indonesia merupakan harga mati. Kalau memang ada bukti awal bahwa yang bersangkutan dapat mengganggu kepentingan dalam negeri, itu boleh saja. Indonesia adalah negara berdaulat," kata TB Hasanuddin, di Jakarta, belum lama ini.
Hal tersebut disampaikannya terkait dengan informasi pimpinan Greenpeace Inggris, berusaha masuk ke Tanah Air. September 2011, pihak imigrasi sendiri sudah melakukan pencegahan terhadap pimpinan Greenpeace tersebut karena dinilai bisa mengganggu keamanan, ketertiban umum bahkan membahayakan Indonesia.
Ia mengatakan, imigrasi sudah bekerja sesuai dengan tugasnya karena setiap orang asing yang masuk ke Indonesia diperiksa apa motif dan kepentingannya.
"Saya kira imigrasi sudah biasa melakukan hal seperti itu. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Karena memang setiap orang asing yang mau masuk ke Indonesia selalu diperiksa apa motif dan kepentingannya," kata Hasanuddin.
Karena itu, politisi PDIP ini meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Hukum dan HAM tidak bersikap berseberangan. Karena, pada dasarnya setiap warga negara asing yang akan memasuki wilayah RI wajib mematuhi hukum.
"Kemlu harus satu suara dengan Kemenkumham karena ini menyangkut nama baik kita di luar negeri. Dasar hukum yang ada harus dipertahankan," ujarnya.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, mengapresiasi sikap pemerintah yang menolak kedatangan pimpinan Greenpeace ke Indonesia.
"Langkah itu sudah tepat. Sebab, setiap orang asing yang ingin memasuki Indonesia harus terlebih dahulu diperiksa apa motif dan kepentingannya dan penolakan dilakukan karena pemerintah sudah mendapat informasi yang akurat dan objektif lebih dulu," katanya.
Menurut dia, ditolaknya orang asing masuk ke Indonesia berawal dari rangkaian kerja sama antar aparat pemerintah, yang sebelumnya harus ada alasan kuat yang melatarbelakanginya.
Itu artinya, penolakan terhadap pimpinan Greenpeace telah dilakukan dengan sangat hati-hati dan selektif. (Ant)
Yorrys Raweyai, Anggota Komisi I DPR/Fraksi Partai Golkar
Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG)
Rangkul Pemuda Tingkatkan Ketangguhan Bangsa
Sebagai anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan keamaman dan juga Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), bagi Yorrys Raweyai, menjadi penting membangun ketangguhan bangsa.
Menurut anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) ini, dialektika kepartaian dan kebangsaan akan selalu berjalin dan berkelindan, hingga bertemu pada muara yang sama, yakni bangunan karakter kebangsaan (nation character buliding).
"Karakter kebangsaan akan memupuk semangat kebersamaan yang dilandasi kultur kebangsaan, seperti yang diwariskan para pendahulu bangsa ini," kata wakil rakyat dari daerah pemilihan Papua.
Partai Golkar memiliki sayap pemuda partai yang berfungsi sebagai salah satu sumber utama rekruitmen kader. Identifikasi kader yang dihuni oleh sebagian besar anak muda sejalan dengan sejarah gerakan kaum muda yang tidak pernah lepas dari eksistensinya sebagai figur yang selalu hadir memberi konstribusi penting dalam setiap bentuk partisipasi dan mobilisasi.
AMPG yang merupakan corong kaum muda sekaligus sumber kader utama tentu memiliki tempat strategis dalam program kaderisasi yang dijalankan oleh Partai Golkar.
Letak strategis kader kaum muda yang menjadi potensi besar dalam sistem kaderisasi pun pada akhirnya harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan strategis, isu dan kepentingan kaum muda saat ini dan masa yang akan datang.
Sebab, sistem kaderisasi bukanlah sistem yang mengikuti kepentingan pragmatis, isu nasional yang 'datang dan pergi', namun kepentingan yang lebih besar. Kaderisasi bukanlah semata mobilisasi, tapi lebih daripada itu, menanamkan kesadaran tentang jati diri kepartaian.
Sistem kaderisasi tidak sekedar menjawab tantangan masa depan Partai Golkar tapi juga masa depan bangsa. Karena itu, momentum Tahun Kaderisasi hendaknya mengurai keberhasilan dan kegagalan partai ini dalam memperkuat sendi-sendi dan jati diri kader yang tidak hanya diproduksi dari rahim kepartaian, tapi juga dari kultur kebangsaan.
Produk kader yang dihasilkan adalah mereka yang mampu memahami sendi-sendi dan jati diri kebangsaan dan mengamalkannya sebagai character dalam nation.
Indikasi dari keberhasilan itu bisa terlihat dari sejauh mana sistem kaderisasi mengamalkan nilai-nilai dan ideologi karya-kekaryaan; bertindak atas nama rakyat dan memberi manfaat yang nyata bagi kehidupan rakyat.
Momentum kaderisasi inilah yang telah dimanfaatkan oleh Partai Golkar dengan menggerakkan mesin sayap partai (AMPG) sebagai lokomotif kaderisasi.
Di penghujung 2010, AMPG telah menghimpun seluruh kekuatan kaum muda yang berada dalam lingkungan Partai Golkar, untuk menyatukan tekad dan menyiapkan kualitas dan kapasitas kaum muda menyongsong Tahun Kaderisasi.
Di awal 2011, AMPG mengadakan Jambore Siaga Karya Indonesia di Bumi Perkemahan Cibubur yang melibatkan kurang lebih 3000 pemuda dari seluruh Indonesia.
Mereka dididik dan dibina dengan berbagai keterampilan demi masa depan mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Kesadaran ideologis sebagai anak bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 pun dibangun agar selalu sejalan dengan jati diri kepartaian dan kebangsaan.
Sumber : Suara Karya
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment