Jakarta - Pengadaan dua pesawat Boeing 737 seri 400 oleh Tentara Nasional Indonesia masih berbuntut. Ada perbedaan persepsi antara Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Pertahanan.
Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Bonggas Silaen, pekan lalu, menjelaskan, pengadaan dua Boeing 737-400 dari PT Garuda Indonesia sudah dijelaskan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kepada Komisi I DPR. ”Alasan Kemhan bisa diterima Komisi I,” kata Bonggas, yang hendak mengklarifikasi pemberitaan Kompas, 31 Maret lalu.
Namun, hal ini dibantah Ketua Panitia Kerja Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista), yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin, Sabtu (2/4) di Jakarta. Menurut dia, baru pada rapat dengan Sekretaris Jenderal Kemhan pada 30 Maret lalu, Komisi I memberikan klarifikasi dengan catatan, agar kesalahan prosedur itu tidak diulang lagi.
”Anggaran pembelian Boeing tersebut ada di APBN Perubahan yang baru pertengahan tahun disahkan. Tidak bersama-sama dengan gaji. Jadi, jangan diselipkan atau dibolak-balik begitu,” kata Hasanuddin.
Kemhan memberikan versinya tentang kronologi pembelian pesawat Boeing 737-400 bekas dari PT Garuda Indonesia. Berdasarkan Rapat Dengar Pendapat Kementerian Keuangan, Kemhan, dan Komisi I DPR, disepakati ada penambahan anggaran untuk pemenuhan Kebutuhan Pokok Minimum Alutsista TNI sebesar Rp 2 triliun. Anggaran pembelian dua pesawat Boeing 737-400 sebesar Rp 189 miliar itu kemudian masuk pagu definitif Kemhan.
Setelah menelaah rencana kerja anggaran kementerian dan lembaga (RKA/KL) itu, Kementerian Keuangan menerbitkan DIPA Kemhan Tahun 2011 tanggal 20 Desember 2010. Dalam dokumen yang diperoleh Kompas berupa sambutan Sekretaris Jenderal Kemhan pada rapat dengar pendapat 30 Maret lalu, Kemhan mengakui, dokumen Satuan 3 tentang Pagu Definitif belum ditandatangani Komisi I DPR.
Hasanuddin menyatakan, anggaran Kemhan tahun 2011 sudah tidak ada masalah. Ia mengakui, sempat ada keterlambatan dalam pembahasan karena setelah bertemu dengan pengguna, yaitu tiga matra di TNI, rupanya ada perbedaan kebutuhan dengan yang diajukan Kemhan. ”Mereka bilang, kami tidak minta ini. Itu saja atau produk dalam negeri saja yang sudah selama ini tidak terpenuhi,” kata Hasanuddin.
Dia menggarisbawahi, yang tidak boleh, anggaran pembelian pesawat itu ada di dalam APBN Perubahan yang belum disetujui Komisi I DPR.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment