Bicara pertahanan dipastikan bakal merembet pada permasalahan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Purnomo kerap dikritik soal satu ini.
Apalagi kalau bukan terkait kemandirian alutsista yang masih jadi impian. Lantas bagaimana solusinya? Berikut wawancara SINDO dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro:
Pemerintah gencar bicara revitalisasi industri pertahanan dan pembangunan alutsista.Apa pertimbangannya?
Revitalisasi industri pertahanan menjadi prioritas bagi kabinet. Harus diakui alat utama sistem persenjataan kita sudah banyak yang ketinggalan. Kalau kita lihat reformasi TNI yang berlangsung sejak 1998, dari sisi sumber daya manusia proses transformasinya sudah cukup baik. TNI sekarang betul-betul sudah professional soldier yang tidak lagi terkontaminasi oleh bisnis dan tidak lagi terkontaminasi politik. Di satu sisi ini berjalan dengan baik, di sisi yang lain untuk alutsista sebagai pendukungnya belum sempat terkejar.
Mengatasi persoalan itu?
Pada kabinet ini kita upayakan untuk pembangunan kekuatan alutsista. Mungkin belum ideal, tapi yang esensial bisa kita capai.Untuk itu perlu dukungan dari industri pertahanan karena negara yang kuat angkatan bersenjatanya kuat.Angkatan bersenjata kuat jika didukung industri pertahanan yang kuat. Jadi terbangun industri pertahanan agar angkatan bersenjata kuat. Dengan itu negara ini akan kuat. Kekuatan negara itu saling terkait antara kekuatan ekonomi dan pertahanan serta keamanan.
Bisa dijelaskan tahapan pencapaiannya?
Sudah ada Perpres Nomor 42 Tahun 2010 yang mengamanatkan terbentuknya Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).Kemudian telah ditetapkan masterplan revitalisasi industri pertahanan di mana di dalamnya telah diuraikan dengan jelas dan tegas bahwa tahapan menuju kemandirian dalam pemenuhan sarana pertahanan akan dicapai pada 2025-2029.Tahapannya meliputi kemandirian industri pertahanan yang signifikan,kemampuan berkolaborasi secara internasional, dan pengembangan yang berkelanjutan. Saat ini juga sedang disiapkan RUU Industri Pertahanan. Ini akan menjadi pokok landasan dalam melakukan revitalisasi.
Apa kendala yang mengemuka? Apakah masalah pendanaan?
Pendanaan tidak ada masalah. Kita sudah mendapatkan penetapan pagu anggaran yang cukup besar.Kemudian lima tahun yang lalu kita juga masih mempunyai sisa yang belum terpakai. Karena itu, kita harus kebut agar terpakai, jangan sampai lima tahun yang lalu ada, tapi tidak terpakai. Kan sayang. Kendala utama kebanyakan BUMN yang bergerak dalam industri pertahanan kita merupakan BUMN yang tidak sehat.Padahal untuk dapat berpartisipasi dan memproduksi dengan baik tentu harus disehatkan dulu. Cara-cara penyehatannya yang diusulkan berupa penyertaan modal negara.
Jika demikian, apakah manajemen BUMN juga perlu dibenahi?
Penggantian manajemen merupakan domain dari menteri negara BUMN. Untuk penggantian belum ada usulan.
Berapa besar pendanaan yang disiapkan ?
Untuk 2004-2009 kita mendapatkan pagu pinjaman untuk pembangunan alutsista sebesar USD3,7 miliar. Baru terpakai sekitar 50%. Ditambah sekarang ini USD5,5 miliar untuk lima tahun sampai 2014. Ini harus dimanfaatkan dengan baik untuk pembangunan alutsista kita. Kemudian sekarang ini anggaran pendapatan dan belanja negara kita sudah Rp1.000 triliun. Akhir kabinet ini diperkirakan bisa mencapai Rp1.700 triliun, bahkan mungkin bisa Rp2.000 triliun. Kedua, devisa kita kuat, ada USD100 miliar yang bisa dimanfaatkan.Pilihannya kalau punya devisa begitu besar bisa “disimpan di bawah bantal” atau ditanam untuk mendapatkan keuntungan. Ini juga bisa dimanfaatkan untuk pembangunan alutsista.
Bagaimana membagi prioritas antara upaya mendorong kemandirian alutsista dalam negeri dan urgensi impor persenjataan?
Prinsipnya, kalau bisa kita bangun dalam negeri, kita bangun dalam negeri. Kalau tidak bisa,kita gunakan produksi bersama. Kalau tidak bisa lagi, kita pakai transfer teknologi. Artinya bahan baku lokal harus ditingkatkan atau bisa juga dengan cara offset. Ini syaratnya, tidak boleh tidak. Syarat ini harus ada agar ada nilai tambah yang bisa kita ambil. Saat membeli Sukhoi dulu juga harus ada offset seperti pemeliharaannya harus dilakukan di Indonesia. Dengan begini, arahnya jelas nanti kita harus menguasai teknologi persenjataan tinggi.
Idealnya industri pertahanan berada di bawah kementerian mana?
Sekarang sudah betul. Bahwa apa pun industrinya harus punya ibu dan bapak.Contohnya waktu saya menjadi menteri ESDM, Pertamina itu ibunya adalah Meneg BUMN yang mengurusi korporat manajemen. Sedangkan makronya di bawah menteri ESDM. Sementara industri pertahanan menurut UU,ibunya adalah menteri BUMN dan bapaknya menteri pertahanan.
Kalau ada pemikiran industri pertahanan di bawah Kemhan?
Sebetulnya sekarang sudah berada di bawah menhan. Kita lebih berperan di dalam industri pertahanan. Kita punya Keppres tentang KKIP.Ini disadari penuh oleh para anggota KKIP lain di mana menteri BUMN berperan sebagai wakil ketua. Makro di bawah menhan, sedangkan urusan korporat di bawah BUMN.
Nilai strategis apa yang ingin dicapai Indonesia dalam ASEAN Defense Ministers Meeting 2011?
Dalam kepemimpinan Indonesia pada ADMM 2011 mengandung nilai strategis untuk mendorong dan memperkuat kerja sama di bidang pertahanan baik dengan negara-negara ASEAN maupun komunitas internasional untuk tantangan keamanan ke depan yang semakin banyak dan kompleks. Menghadapi tantangan tersebut tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja mengingat tantangan bersifat transnasional atau lintas batas.
Tantangan apa saja yang diprediksi akan mendominasi?
Tantangan baru yang diformulasikan ADMM Plus yakni ASEAN bersama Australia, China, Amerika Serikat, Jepang,Korea Selatan, India, Selandia Baru,Rusia,dan Jepang seperti operasi perdamaian dunia, penanggulangan bencana alam dan kemanusiaan, kontra terorisme,keamanan maritim,serta kesehatan militer. Sementara khusus dengan negara-negara ASEAN akan dibahas tantangan di antaranya industri pertahanan, keamanan maritim, konflik Laut China Selatan, dan transparansi dalam pembangunan kekuatan pertahanan. Indonesia akan ambil peran dalam permasalahan keamanan maritim.
Pada kabinet sebelumnya tidak ada satu pun legislasi pertahanan yang berhasil diundangkan. Di mana letak permasalahannya?
Saya tidak ingin mengomentari kabinet sebelumnya.Namun,sekarang ini kita telah menyelesaikan dua RUU Ratifikasi yakni ratifikasi kerja sama militer dengan Brunei Darussalam. Sedangkan ratifikasi kerja sama dengan Rusia disetujui dalam bentuk peraturan presiden .
Mengenai penuntasan pengambilalihan bisnis TNI, proses ini sudah sampai di mana? Bukankah saat keluar Perpres No 43/2009, pemerintah menyatakan proses tersebut telah selesai?
Perpres menyatakan bahwa pemerintah melakukan pengambilalihan seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola TNI baik secara langsung maupun tidak.Yang secara langsung telah selesai pelaksanaannya, sedangkan yang tidak langsung dalam bentuk koperasi, yayasan, dan pemanfaatan barang milik negara dilakukan penataan.
Sumber: SINDO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment