Tahap pertama pemerintah Indonesia fokus untuk meningkatkan alutsista TNI AU dalam lima tahun ke depan, rencananya Indonesia mengalokasikan sebesar Rp.150 Triliun. Dalam hal ini, militer Indonesia tidak menyembunyikan kenyataan bahwa mereka bermaksud untuk meningkatkan secara signifikan jumlah alutsista mereka dengan cara melakukan pengadaan pesawat tempur dari Rusia.
Sejarah Perjalanan Angkatan Udara Indonesia
Angkatan Udara Indonesia yang didirikan pada tahun 1946 tetapi jumlah pasukan dan alutsista yang sangat terbatas, akan tetapi pada tahun 1960, pada waktu Indonesia dikuasai oleh partai komunis Indonesia, yang meskipun bukan partai yang berkuasa memiliki dampak besar pada pemerintah. Tetapi, Indonesia telah meningkatkan hubungannya militer-teknis dan politik dengan negara-negara Eropa Timur dan, terutama, dengan Cina dan Uni Soviet. Sehingga Indonesia berhasil meningkatkan secara signifikan dalam pengadaan pesawat tempurnya.
Pada tahun 1961 Indonesia pengguna kedua pesawat bomber Tu-16 setelah Soviet. Selain itu, Indonesia juga membeli MiG-15, MiG-17, MiG-19, MiG-21, IL-28, AN-12, La-11 dan Mi-4 dan Mi-6. selain itu pihak Indonesia juga memberli Tu-2, B-25 Mitchel, A-26 Invader, P-51 Mustang dan C-47 Dakota. Hal ini menjadikan Angkatan Udara di Indonesia pada akhir 1965 menjadi yang terbesar di belahan bumi selatan karena mempunyai lebih dari 400 pesawat dan helikopter. Namun, berubah setelah adanya kudeta pada tahun 1966 yang dilakukan oleh Mayor Jenderal Haji Mohammad Suharto yang merupakan pihak anti komunis yang menyebabnya putusnya hubungan Indonesia dan Soviet sehingga Soviet mengembargo peralatan militer dan suku cadang ke Indonesia, sehingga pada tahun 1970 hanya 20% alutsista yang hanya dapat digunakan.
Dan pada tahun 1970 pula Indonesia mengistirahatkan secara total armada MiG-15 MiG-17, MiG-19, MiG-21 dan Tu-16 yang tersisa tinggal B-25 dan P-51. Untuk menggantikan pesawat tersebut maka TNI AU menerima hibah dari Australia yaitu pesawat tempur F-86 Sabre. Setelah itu TNI AU juga melakukan pengadaan pesawat tempur Mk.53 BAE Hawk. Pada tahun 1980 Angkatan Udara membeli pesawat tempur dari AS dan Israel yaitu A-4 Skyhawk dan pesawat tempur F-5E / F Tiger II.
Pada tahun 1989 Indonesia kembali membeli pesawat tempur 12 F-16 Fighting Falcon. Dan pada waktu tahun 1990 Indonesia berencana kembali melakukan pengadaan pesawat tempur dan pesawat angkut yang diikuti oleh F-16 AS dan Mirage 2000 Perancis. Selama periode tahun 90an TNI AU berencana melakukan pengadaan 60 pesawat tempur F-16, 24 Su-30KI, dan sejumlah BAE Hawk. Tetapi rencana itu gagal karena putusnya hubungan miilter Indonesia dengan AS pada waktu 1992 dan krisis moneter pada tahun 1997.
Pada Tahun 1999 AS melakukan embargo terhadap Indonesia dikarenakan TNI melakukan pelanggaran HAM di Timor Timur, Papua barat serta Aceh yang menewaskan sekitar 15 ribu jiwa dimana korban paling banyak adalah warga sipil. Hal ini menyebabkan sekutu AS yaitu Eropa juga memberlakukan hal yang sama yaitu mengembargo Indonesia yang dikarenakan menggunakan alutsista mereka untuk menyerang warga sipil.
Dari 330 pesawat milik TNI AU yang cuma layak terbang hanya sekitar 150-250 pesawat, sehingga semua pesawat tersebut harus diperbaiki dan dimodernisasi.
Pada tahun 2005 AS mencabut sanksi embargo terhadap Indonesia, ketika perjanjian damai Helsinki ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dan pimpinan kelompok pemberontak Aceh Merdeka ". Perjanjian ini mengakhiri perang saudara di Indonesia, meskipun beberapa kelompok militan dan terus melakukan operasi tempur di negara ini. Sebagian besar pemberontak Aceh melucuti senjata setelah tahun 2005. Sementara itu, Eropa telah menolak untuk mencabut sanksi terhadap Indonesia karena takut konflik baru di Indonesia.
Beratnya Pemulihan Armada
Menurut Data Flightglobal, saat ini di TNI AU hanya memiliki 194 pesawat dan helikopter yaitu pesawat tempur Mk.209 Hawk, F-16A, Mirage 2000, Su-27SK/SKM, Su-30MK/MK2, OV-10 Bronco, pesawat patroli B737MPA, CN-235MPA, pesawat tanker KC-130B, C-130B/H/L-100 Hercules, C-212 Aviocar, Casa CN-235,Fokker F-27, Pilatus PC-6 Porter, dan helikopter Super Puma, Bell 412, Super Cougar EC725 dan SA330 Puma. Selain itu, TNI AU juga memiliki pesawat latih yaitu helikopter Colibri EC120B, SF.260 , F-16B, Hawk Mk.53, Mk.109 Hawk, KT-1 Woong be dan T-34.
Pada bulan Maret 2011 Komandan Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat mengatakan bahwa TNI AU harus meningkatkan jumlah armada dan akan dilaksanakan dalam lima tahun ke depan.
Dalam lima tahun ke depan akan ada penambahan armada pesawat, Indonesia mengalokasikan Rp.150 Triliun (sekitar $ 17 miliar). Dua pertiga dari jumlah ini akan dialokasikan berasal APBN, dan sisa dana Departemen Pertahanan, Indonesia telah diterima dalam bentuk pinjaman.
Rencananya akan melakukan pembelian pesawat tempur baru, pesawat angkut militer dan helikopter, serta modernisasi pesawat. Secara khusus, kami merencanakan untuk meng-upgrade empat Su-27SK dan versi Su-30MK untuk SCM dan MK2, sepuluh F-16A / B, serta mengganti 15 pesawat tempur F-5E.
Pada bula januari 2011, Indonesia telah Menandatangani kontrak dengan perusahaan Arinc untuk memodernisasi pesawat C-130B untuk mengupgrade pesawat tersebut. Selain Itu TNI AU juga sedang mempertimbangkan pembelian enam pesawat angkut C-27J Spartan atau CN-295. Pada 21 Maret 2011, Maskapai penerbangan Garuda Indonesia menghibahkan pesawat B737-400, yang akan digunakan sebagai VIP-transportasi dan untuk mengangkut pasukan.
Saat ini Indonesia sedang melakukan negosiasi dengan departeman pertahanan AS untuk pengiriman 24 F-16 Blok 25 yang upgrade menjadi blok 52 secara cuman daripada membeli pesawat baru F-16 blok 52.
Selain itu, Indonesia telah mengirimkan permintaan informal ke pihak Inggris untuk menjual 24 pesawat tempur Eurofighter Typhoon. Jika kesepakatan ini disetujui oleh pemerintah Inggris, yang belum mencabut sanksi terhadap Indonesia, maka akan berjumlah sampai lima miliar pound (8,1 miliar dolar AS). Kapan tepatnya akan dibuat keputusan atas permintaan Indonesia, masih belum diketahui.
Perlu dicatat pihak Indonesia sekarang ini fokus untuk pengadaan 180 pesawat tempur atau 10 skuadron sukhoi dari Rusia untuk 20 tahun kedepan. Saat ini TNI AU telah memiliki dua Su-27SK dan tiga pejuang Su-30MK, dua Su-27SKM dan tiga Su-30MK2. Pada bulan September 2010 itu diumumkan pembelian enam lebih Su-30MK2.
Akhirnya, Indonesia dan Korsel melakukan MoU untuk menciptakan pesawat tempur KF-X generasi 4,5 yang ditandatangani pada waktu bulan juni 2010. Pesawat tempur ini memiliki kemampuan teknologi stealth (siluman) dan secara teknik pesawat tempur ini akan melampau kemampuan diatas Rafale dan Typhoon, namun masih dibawah F-22 dan F-35 Lightning II. Rencananya TNI AU akan mendapatkan 50 pesawat tempur KF-X.
Hal ini membuat pemerintah Indonesia sangat ambisius untuk memodernisasi alutsista mereka. Sejak tahun 2005, Indonesia mengalami peningkatan anggaran militernya, hal ini dikarenakan untuk memodernisasi pesawat tempurnya yang sudah uzur karena sanksi embargo internasional. Jika pada tahun 2005 anggaran militernya sebesar $2,5 miliar dolar AS, maka pada tahun 2011 tersebut naik $ 5 miliar dolar AS .
Selain mendapatkan anggaran dari dalam negeri, Indonesia juga mendapatkan pinjaman internasional. Secara khusus, pada bulan September 2007, Rusia memberikan kredit ekspor Indonesia sebesar satu miliar dolar untuk pembelian helikopter Mi-35m, BMP-3F untuk Korps Marinir, Mi-17 dan kapal selam Proyek 877 "halibut". Selain itu tahun ini Indonesia akan mengumumkan pemenang tender kapal selam. Pada bulan Maret tahun ini, Rusia telah memberikan pinjaman lain dari Indonesia $ 5.95 Juta dolar AS.
Sumber: Lenta/MIK/WDN
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment