TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Gamari Sutrisno memperkirakan, butuh waktu sekitar lima tahun untuk mewujudkan kemandirian perindustrian peralatan pertahanan atau alutsista di Indonesia.
"Indonesia sudah mempunyai kemampuan, banyak pakar. Tinggal kemauan saja yang dipertanyakan," kata Gamari usai rapat mendengarkan masukan tentang penyusunan Rancangan UU Pemanfaatan Industri Strategis Pertahanan di DPR RI, Kamis (20/1).
Persolannya selama ini, menurut Gamari, industri pertahanan bergantung pada bantuan negara lain yang menerapkan kredit ekspor dalam jual belinya. Model seperti ini dinilai memberatkan negara lantaran harus mencicil kredit pengadaan alutsista pada tahun selanjutnya setelah terjadi kesepakatan pada tahun ini.
"Beda kalau pakai sistem soft loan atau kredit lunak, karena cicilan bisa dimulai 10 tahun lagi," kata Gamari. Namun dia mengaku tidak mempunyai data nilai kredit ekspor yang telah dijalani Indonesia.
Peneliti Bidang Hukum Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani berpendapat beda. Menurut dia, sangat berat jika Indonesia melakukan revitalisasi industri pertahanan dalam waktu singkat.
Menurut Jaleswari, ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi untuk melakukan revitalisasi, yaitu ada kemampuan anggaran, belanja, dan investasi. "Karena industri pertahanan tak bisa bersaing dalam industri pasar bebas. Harus ada proteksi dari pemerintah," kata Jaleswari.
Bagi Jaleswari, untuk mewujudkan rencana itu harus ada kerja sama yang sinergis antar tiga bidang, yaitu Kementerian Pendidikan yang akan mempersiapkan tenaga-tenaga ahli, Kementerian Perindustrian terkait pemasaran, dan Kementerian Pertahanan dan Keamanan sebagai pengguna. "Jadi paling tidak butuh waktu 20 tahun untuk merevitalisasinya," kata Jaleswari.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment