Jaleswari Pramodhawardani.
Jakarta - Pengamat Militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari Pramodhawardani, mendesak pemerintah memperkuat industri pertahanan dalam negeri sebelum mengkonkretkan kesepakan kerja sama industri pertahanan antarnegara ASEAN. Saat ini, industri pertahanan Indonesia masih merugi. "Produk pertahanan kita baru teknologi kelas menengah," kata Jaleswari kepada Tempo, Sabtu, 21 Mei 2011.
Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah bukan hanya pada tataran political will, tapi juga pada politik anggaran. Karena industri pertananan membutuhkan modal yang sangat besar untuk mengembangkan produknya.
Pemerintah harus punya blue print, planing programing, dan road map pengembangan industri pertahanan. Kementerian Pertahanan dan BUMN harus bersinergi dengan kementerian lain melakukan proteksi. Karena bahan baku produk hampir 80 persen dipasok negara luar. "Korea dan Cina 80 persen bahan baku berasal dari dalam negeri," kata Jaleswari.
Indonesia sudah mempunyai produk unggulan buatan PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia. Tapi, keuntungan yang harus didapat dalam kerja sama industri pertahanan ASEAN jangan hanya sekadar membeli produk, tapi harus mengutamakan kepentingan nasional.
Pemerintah negara-negara ASEAN sepakat bekerja sama mengembangkan industri pertahanan untuk kawasan. Kesepakatan ini ditandatangani dalam deklarasi bersama menteri-menteri pertahanan di Jakarta, Jumat, 20 Mei 2011. Konsep kerja sama yang disusun Malaysia direncanakan untuk jangka panjang sampai 2030. Konsep ini sudah diadopsi sebagai resolusi.
Kerja sama dimulai tiga negara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Ketiga negara sudah memiliki dasar kerja sama pertahanan. Indonesia kebagian tugas memproduksi alat berat dan kendaraan tempur karena sudah memiliki perusahaan dan tenaga ahli. Malaysia fokus memproduksi peralatan kelas menengah dan Thailand konsentrasi pada produk persenjataan dan alat-alat lebih kecil.
ASEAN memandang kerja sama ini menguntungkan negara-negara di kawasan ASEAN karena akan memicu tumbuhnya industri komponen pertahanan di setiap negara. Sebagai pilot project direncanakan akan diproduksi kendaraan tempur untuk kebutuhan khusus atau Special Purpose Vehicle (SPV). Berikutnya akan dikembangkan fasilitas untuk perawatan dan penggantian komponen pesawat tempur.
Jika fasilitas ini bisa diresmikan dan dikembangkan menjadi pusat Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) di kawasan ASEAN, keuntungan yang diperoleh akan sangat besar. "Pengembangan Industri pertahanan memerlukan anggaran yang besar dan sumber daya manusia yang unggul, ini harus dipersiapkan," kata Jaleswari.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment