"Kami minta pemerintah beli enam CN-235 per tahun supaya PT DI hidup," ungkap Ketua Komisi VI Airlangga Hartanto, Kamis (26/5).
Seperti diketahui, perusahaan itu pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2007. Meski produsen pesawat terbang, helikopter, senjata serta penyedia jasa pemeliharaan mesin dan pelatihan itu akhirnya batal diputuskan pailit pada 24 Oktober 2007, perusahaan yang didirikan pada 26 April 1976 dengan nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio itu tetap terbelit banyak hutang mencapai Rp2,3 triliun.
Sebagai upaya restrukturisasi perusahaan, Komisi VI menilai perlunya pengembangan korporasi berbasis CN-235. Perusahaan itu memang telah berkiprah di luar negeri lewat CN-235 dengan melayani pesanan dari Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, Filipina, dan lain-lain. Namun, bercermin pada kasus pembelian 15 unit pesawat jenis MA-60 dari Xian Aircraft, menurut dia, pemerintah tidak berupaya mengembangkan usaha perusahaan pelat merah itu.
Dengan adanya keharusan membeli enam unit CN-235 per tahun yang dapat dialokasikan untuk operasional Kementerian Pertahanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, atau PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) maka perusahaan itu bisa keluar dari siklus pailit secara bertahap.
Selain pesawat CN-235, Komisi VI juga mendukung pengembangan pesawat jenis N-219 berkapasitas 19 penumpang. Pesawat yang dirancang pada 2009 itu telah mengantongi uji model aerodinamika pada terowongan angin sirkuit tertutup di Laboratorium Aero Gas dan Getaran Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong pada 2008. Juga, uji coba rancangan pendaratan air di Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika BPPT Surabaya.
"Untuk rute pendek, pengembangan N-219 cukup bagus karena dapat mendarat di pedalaman," kata dia.
Berdasarkan penelitian PT DI dan Kementerian Perindustrian, kebutuhan pesawat berkapasitas 19 penumpang mencapai 97 unit untuk penerbangan sipil dan 105 unit untuk misi khusus.
Sumber: KONTAN
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment