Ini ditambah perseroan masih membukukan defisit kas, sehingga sulit menawarkan model financing. Demikian disampaikan Direktur Keuangan dan Aircraft Integration PTDI, Budiman Saleh di gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/5/2011).
"Kelemahan kita, tidak bisa memberi paket pinjaman keuangan. CHina juga pakai paket finansial. PT DI cari sumber pendanaan. PT DI tidak mampu, kalau tidak ada pendanaan, ekuitas kita masih negatif," jelasnya kepada detikFinance, usai RDP dengan Komisi VI.
Untuk dapat bersaing dalam penambahan kontrak, PT DI dan juga perseroan industri penerbangan harus menyetorkan dana minimum penawaran. Nilainya sekitar 5-10% dari total kontrak.
"Kalau kita tambah kontrak, ada advance payment, kan butuh dana sekitar 5-10% dari kontrak," jelasnya.
Untuk itu, perseroan saat ini hanya fokus pada pemenuhan kontrak yang sudah didapat. Nilainya mencapai Rp 2,5 triliun.
Order pesawat diantaranya datang dari Korea untuk pengadaan 2 unit CN 235. Juga pesanan pesawat jenis yang sama untuk TNI AL.
"Kami juga ada kontrak komponen untuk bagian pesawat Airbus 320, dan Airbus 380. Untuk ambil kontrak lebih banyak, kita tidak berani lakukan," tuturnya.
Sumber : DETIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment