Hal ini disampaikan Direktur Keuangan dan Aircraft Integration PTDI, Budiman Saleh, usai rapat tertutup dengan Komisi VI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2011).
"Tadi adalah persetujuan business plan, dan melegalkan PMN senilai Rp 3,8 triliun. Ini seperti swap, dan bersifat non cash," jelasnya.
Ia menambahkan, bentuk PMN non tunai ini bertujuan memperbaiki posisi keuangan perusahaan, dan menutup defisit kas per akhir 2011 yang diproyeksi mencapai Rp 675 miliar. Penyertaan modal sementara Rp 2,38 triliun juga langsung menyehatkan permodalan perseroan, dari sebelumnya defisit Rp 707 miliar.
Penyertaan modal juga mempengaruhi perbaikan ekuitas sebesar Rp 436 miliar dari revaluasi aset tanah dan Rp 18 miliar selisih nilai PMN Dana Talangan tahap tranche B.
"Ini agar neraca PTDI jadi baik. Ekuitas PTDI kalau ini dilakukan juga langsung surplus Rp 1,191 triliun," paparnya.
PTDI saat ini memiliki kapasitas, fasilitas produksi dan pengembangan yang terbatas. Kondisi ini karena sebagian besar permesinan telah berumur di atas 25 tahun.
Ini menyebabkan terjadi keterlambatan pengiriman pesawat hingga 6 bulan. Selain mesin yang uzur, 60% kapasitas hanggar telah berkurang akibat kecelakaan pesawat terbang. Juga tidak updatenya fasilitas pengembangan (software dan laboratorium).
Atas kondisi tersebut, perseroan menawarkan solusi revitalisasi fasilitas produksi dan optimalisasi dan utilitas kapasitas. Rencana upgrading ini diperkirakan membutuhkan dana investasi Rp 707 miliar.
Perseroan dalam rencana bisnisnya juga akan melakukan regenerasi dan dekomposisi SDM. Di mana saat ini 47% dari total karyawan (1.403 orang) akan pensiun di tahun 2011-2015. PTDI juga harus menanggung beban tetap SDM yang tinggi, atau sekitar Rp 314 miliar. Juga terdapat karyawan indirect 44%.
Sumber: DETIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment