SURABAYA, KOMPAS.com - Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksda TNI Among Margono menyiapkan tujuh KRI di blok Ambalat yang terletak di Selat Makassar yang berbatasan dengan Sabah (Malaysia). "Koarmatim akan memprioritaskan pengamanan perbatasan di Perairan Ambalat. Kami turunkan tujuh KRI yang tidak akan ditinggalkan dalam sehari pun," katanya setelah berbicara dalam seminar nasional kemaritiman di ITS Surabaya, Kamis (15/4/2010).
Kami tidak akan meninggalkan Ambalat dalam satu hari pun.
Menurut Pangarmatim, terhitung sejak 1 Maret 2010, ancaman terhadap perairan Ambalat saat ini memang sudah ada penurunan yang signifikan, namun pihaknya akan tetap berkomitmen untuk menjaga kawasan perbatasan. "Kami tidak akan meninggalkan Ambalat dalam satu hari pun, bahkan kalau personel yang ada di sana mau pulang pun harus sudah ada penggantinya yang datang di sana," kata pengganti Laksda TNI Ignatius Dadiek Surarto itu.
Ambalat merupakan blok laut dengan luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah (Malaysia) dan Kalimantan Timur (Indonesia).
Ditanya pulau terluar yang lain di perbatasan wilayah Koarmatim dengan negara lain, Laksda Among Margono mengatakan pulau terluar di wilayahnya adalah Pulau Dana (Kupang, NTT), Pulau Fani (Raja Ampat, Papua), dan Pulau Fanildo (Biak Numfor, Papua) yang berbatasan dengan wilayah Australia. "Tapi, ketiganya tidak menjadi prioritas kami, karena di Biak sudah ada Korps Marinir yang siap memantau keamanan perbatasan di sana," kata mantan Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) itu.
Tentang perbatasan dengan Timor Leste, lulusan AAL tahun 1978 yang juga pernah menjadi Komandan Lantamal IV Tanjung Pinang itu menyatakan masalah dengan Timor Leste hanya pelintas batas yang sering menyeberang untuk mencari makan. "Jadi, masalah yang menjadi prioritas kami ada di blok Ambalat, karena kami tidak mau kecolongan untuk kedua kalinya setelah kasus Sipadan-Ligitan. Kami tidak akan mau lagi di bawah ke Mahkamah Internasional, tapi lewat jalur diplomasi dan pengamanan," katanya.
Mengenai masalah umum di wilayah Koarmatim, ia mengatakan pencurian ikan akan tetap dijaga secara rutin karena kerugian negara akibat pencurian ikan mencapai ratusan triliun per tahun.
Oleh karena itu, katanya, Koarmatim telah menggelar "Operasi Trisila I-2010" yang mengelilingi pulau-pulau yang ada di wilayah timur sejak tiga minggu lalu. "Operasi itu melibatkan dua pesawat udara dan enam KRI. Kalau tahap pertama selesai akan dilanjutkan dengan operasi tahap kedua dan seterusnya," katanya.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment