Sebelumnya, kementerian ini mendapatkan dana Rp47,5 triliun. Peningkatan anggaran pertahanan tentu berfokus pada satu hal, yakni untuk peningkatan kemampuan alat utama sistem senjata (alutsista) di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).Dengan demikian, tahun 2012 akan menjadi momen krusial bagi bangsa ini untuk kembali membangun kekuatan pertahanan.
Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto menyebutkan bahwa kali ini masa peralihan yang cukup menentukan dalam keberhasilan mencapai target MEF. ”Postur anggaran 2012 memang relatif terasa dampaknya untuk pemeliharaan atau perbaikan dan pengadaan dari dalam negeri.Tapi,kalau untuk pengadaan dari luar negeri belum ada,”terangnya.
Menurut dia, anggaran Rp64,4 triliun yang akan dikucurkan pada 2012 menegaskan keseriusan pemerintah untuk membangun alutsista TNI yang andal.Tapi,tetap saja angka itu masih jauh dari cukup untuk bisa mengejar target minimum essential force (MEF) 2024.Jika hal ini terus terjadi tiap tahunnya, Andi yakin MEF tidak akan tercapai sesuai target. Mengacu pada target MEF 2024, maka pada 2012 mendatang mestinya tersedia alokasi Rp80 triliun.
Bahkan, kalau bisa mencapai Rp90 triliun agar pada 2014 (akhir pemerintahan SBY periode kedua) tercapai Rp120 triliun. Jadi, secara perbandingan dengan GDP,pada 2014 tercapai 1,25% dan 2012 sebesar 1%.
Lebih jauh lulusan Industrial College of Armed Forces National Defense University di Washington DC, Amerika Serikat, ini menyatakan alutsista- alutsista tua itu idealnya memang tidak dipakai lagi dan harus diganti dengan yang baru.Apalagi beban perbaikan alutsista yang sudah usang juga cukup berat.
Namun, kondisi sekarang belum memungkin- kan untuk mencapai hal itu. ”Harusnya jika 10 dibuang, maka yang beli baru lagi 10. Tapi,yang terjadi sekarang adalah 10 dibuang, tapi beli barunya cuma 2,yang 6 diperbaiki, 4 benar - benar dibuang,” tutur Andi. Andi membeberkan usia alutsista yang dipakai TNI sekarang ini banyak yang telah tua,yakni 25–40 tahun.
Bahkan dia menyebut alutsista yang telanjur uzur dan harus diganti mencapai sekitar separuh dari yang ada. Dengan kondisi tersebut, tingkatkesiapannya ratarata hanya sekitar 40%. Dalam postur RAPBN 2012, Kemenhan seperti yang disampaikan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsda TNI Bonggas S Silaen, dari besaran alokasi sebesar Rp64,4 triliun, 40,1%-nya atauRp25,84 triliun diantaranya untuk belanja, yakni alutsista.
Sisanya belanja pegawai Rp27,18 triliun (42,2%) dan belanja barang Rp11,41 triliun (17,7%). Pemerintah tampaknya memahami kekurangan tersebut. Melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo, pemerintah tengah mengkaji usulan penambahan anggaran sebesar Rp50 triliun untuk sektor pertahanan.
Sebelumnya, untuk 2011–2014 telah dialokasikan anggaran alutsista mencapai Rp100 triliun. Penambahan ini dimaksudkan untuk menambah kemampuan sistem pertahanan TNI dan Polri. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, membangun militer tergantung pada dua hal,yakni seberapa besar ancaman yang ada dan bagaimana standar penangkalan yang hendak diciptakan.
Dua hal itu masih dipengaruhi kondisi keuangan negara. Dalam proyek MEF, pemerintah menetapkan standar penangkalan pada level menengah.Target penguatannya adalah kawasan barat,timur,dan tenggara.”Jadi target MEF itu bukan penangkalan yang levelnya rendah,tapi juga bukan yang level tinggi,” ungkap purnawirawan TNI itu.
Melihat alokasi anggaran yang sejauh ini dikucurkan, target itu diakuinya sulit untuk dicapai sesuai rencana. ”Dengan anggaran Rp60 triliun–65 triliun per tahun, maka pada 2014 kapasitas yang tercapai baru sekitar 28% dari yang diinginkan,”ujarnya. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, ada tiga pilihan untuk mencapai MEF, yakni memaksimalkan kemampuan produksi dalam negeri sambil tetap mendatangkan dari luar negeri, melakukan joint venture dengan negara asing, serta sepenuhnya menunggu industri pertahanan nasional mampu menyuplaikebutuhanalutsista.
Dia menyebut, negara seperti Korea Selatan (Korsel) dan Serbia memiliki industri pertahanan yang bagus dan bersedia untuk bekerja sama yang disertai dengan transfer of technology (ToT). Dia juga menegaskan bahwa tidak ada alasan meragukan kemampuan Korsel dalam memproduksi alutsista.
Apalagi selama ini kerja sama industri pertahanan dengan Korsel cukup berhasil seperti pembuatan kapal LPD dan pesawat latih KT-1 Wong Bee. Alasan kuat lainnya adalah kesediaan Korsel untuk melakukan ToT dalam kerja sama produksi alutsista. Serbia pun memberikan dukungan terhadap pengembangan alutsista.Pangsa pasar alutsista di ASEAN yang cukup besar juga menjadi pertimbangan tersendiri dalam kerja sama bidang ini.
Selain dengan Korsel dan Serbia,Indonesia juga menjalin kerja sama dengan Turki dan tiga negara di Eropa, yakni Prancis, Spanyol, dan Jerman. Dengan Turki, kerja sama diteken saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara itu Juni tahun lalu. Kesepakatan tersebut lebih dimatangkan lagi saat Presiden Turki Abdullah Gul melakukan kunjungan balasan ke Jakarta,April 2011 lalu.
Salah satu bentuk kerja sama yang diproyeksikan adalah pembuatan tank ringan (light tank) berbobot sekitar 13–14 ton dan akan dilengkapi meriam kaliber 90–105 mm. Adapun kerja sama pertahanan dengan Prancis, Spanyol, dan Jerman saat ini tengah dalam pemantapan.Wakil Menhan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin saat ini tengah berkunjung ke tiga negara tersebut.
Prioritaskan Produk Dalam Negeri
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq berharap Kemenhan memanfaatkan keterbatasan anggaran untuk membeli produk dalam negeri. Dia mengungkapkan, saat ini BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan) maupun BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) menunggu komitmen dari pemerintah untuk membeli produk-produk mereka.
” Peningkatan alutsista harus tetap meningkatkan kontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan menciptakan lapangan kerja,”tutur Mahfudz. PT Dirgantara Indonesia (DI), misalnya,mengharapkan pemerintah mengalihkan pembelian seluruh anggaran pesawat militernya ke PT DI sehingga perusahaan penerbangan tersebut dapat menyabet peluang pasar domestik senilai Rp 9,23 triliun.
Dalam dokumen Supplement Business Plan PT DI Tahun 2011–2015 yang secara resmi telah dipublikasikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta pada 8 September 2011, PT DI merayu agar Kemenhan membeli CN235 MPA, helikopter BELL 412 EP tipe serbu, BELL 412 EP tipe angkut, EC- 725 Cougar Combat SAR, dan NAS-332 Super Puma.
Terkait persoalan tersebut, Purnomo Yusgiantoro sebelumnya sudah berjanji untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri.Dia pun mengaku BUMNIP sudah mulai bangkit seperti PT DI yang sudah mengekspor CN235 dan PT Pindad yang banyak menerima pesanan senjata maupun panser Anoa 6x6. PT PAL dan Palindo (industri galangan kapal swasta) juga sudah mampu memproduksi kapal untuk TNI AL.
Sumber : Seputar Indonesia
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment