Panglima Kohanudnas Marsekal Muda Dradjad Rahardjo mengemukakan hal tersebut kepada Kompas di kantornya di Jakarta, Senin (8/2). Hari Selasa ini, Kohanudnas genap berusia 48 tahun, yang dirayakan dengan upacara sederhana di markasnya di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Dradjad menuturkan, usulan tersebut sudah dibuat dalam bentuk dokumen Rencana Strategis Penataan Kohanudnas ke Depan pada Februari 2009. ”Usulan tersebut telah saya sampaikan kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara,” ujar Dradjad, mantan Komandan Pendidikan TNI AU itu. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana kedudukan keorganisasian Kohanudnas sekarang?
Dari sisi pembinaan, Kohanudnas berada di bawah TNI AU, operasional di bawah Panglima TNI. Sasaran Kohanudnas tidak lain adalah benda-benda lewat media udara, seperti pesawat, pesawat tanpa awak, atau peluru kendali (rudal).
Kita yang menangkap mereka dengan radar, lalu diintersep dengan pesawat tempur. Tetapi, sekarang pesawat tempur sergap ada di Komando Operasi TNI AU (Koops AU). Sekarang unsur yang ada di Kohanudnas hanya radar. Pesawat ada di Koops AU.
Kenapa dulu diubah?
Dulu Kohanudnas sebelum tahun 1985 sangat eksis sekali. Kita punya pesawat sergap, punya rudal sekelas rudal SA-75, dan radar.
Namun, sejak tahun 1985, karena perubahan organisasi oleh kebijakan pimpinan, radar dan pesawat sergap ada di Koops AU. Sejak zaman KSAU Hanafi Asnan (1998-2002), radar dikembalikan ke Kohanudnas.
Dalam konsep sistem pembinaan latihan (sisbinlat) memang betul, semua kekuatan yang ada diserahkan kepada setiap masing-masing angkatan TNI. Namun, dari segi kesatuan komando (unity of command) tidak bisa dipisah-pisahkan, mulai dari radar, pesawat tempur sergap, syukur-syukur ada rudal.
Kebijakan KSAU yang baru bagaimana?
Itu masih berlaku. Dalam Rapim TNI AU di Yogyakarta, saya sampaikan kita membutuhkan pesawat tempur sergap (sekelas F-5/F-16/Sukhoi). Namun, Pak Imam Sufaat (KSAU) belum bisa memberikan keputusan.
Apa alasan mendesak dari penataan Kohanudnas itu?
Unsur-unsur sistem itu harus lengkap. Radar sudah berada di kita. Saya butuh hanya pesawat tempur sergap. Syukur-syukur diberikan rudal untuk deterrent. Namun, saya minta pesawat tempur sergap tidak bisa gol karena konsep sisbinlat tadi.
Pernah ada kejadian yang menghambat karena persoalan komando itu?
Banyak sekali karena sistem komando pengendalian yang terlambat. Dulu waktu masuknya pesawat F-18 Amerika Serikat di Bawean tahun 2003, ketika saya Komandan Pangkalan TNI Iswahjudi, komando pengendalian itu juga jadi hambatan.
Kohanudnas waktu itu memerintahkan pesawat tempur sergap melihat pesawat F-18 Amerika Serikat. Namun, radar dikendalikan oleh radar sipil Bandara Juanda. Radar kita sudah terlalu tua.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment