BANDUNG - PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dituntut untuk terus menambah pendapatan. Tahun ini Kementerian BUMN menarget PT DI mendapat kontrak Rp 1,5 triliun. Itu naik 36 persen dari target tahun lalu Rp 1,1 triliun.
Direktur Integrasi Pesawat PT DI Budiwuraskito mengatakan, dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), pemerintah menargetkan kontrak Rp 1,7 triliun lantaran tren industri dirgantara terus menanjak. Namun, akhirnya disepakati Rp 1,5 triliun.
Target sebesar itu, kata Budi, memang tidak mudah. Namun, tahun lalu PT DI berhasil menembus target pemerintah. Dari target kontrak karya Rp 1,1 triliun, PT DI berhasil meraup Rp 1,4 triliun. "Peluang di industri dirgantara masih sangat terbuka," ujar Budi saat ditemui di kompleks PT DI di Bandung pekan lalu.
Menurut dia, perputaran uang di bisnis dirgantara cukup besar, yakni sekitar USD 10 miliar per tahun. Uang berjibun tersebut tak hanya didapat dari pembuatan pesawat, tapi juga pembuatan komponen, subkontrak bagian-bagian pesawat besar, dan perawatan (maintenance). "Kalau kami bisa mendapat satu persen saja dari perputaran uang itu, perusahaan ini sangat sehat," katanya. Satu persen dari USD 10 miliar berarti USD 100 juta dolar atau sekitar Rp 911,5 milliar (kurs USD 1 = Rp 9.115, Red).
Saat ini PT DI memiliki sejumlah produk layanan selain pembuatan pesawat terbang dan helikopter. Di antaranya, aerostructure, aircraft services, engineering services, dan pertahanan (defence). Masing-masing memiliki pasar.
Aerostructure, misalnya. Bidang itu bertugas membuat komponen-komponen pesawat. Di antaranya, pembuatan bahan komposit (bodi pesawat yang dibuat dari campuran bahan-bahan ringan seperti kain dan aluminium), drive rib, inboard outer fixed leading edge (IOFLE) yang biasa digunakan Airbus A380.
PT DI menyuplai sejumlah produsen pesawat terbang yang lebih besar. Misalnya, Airbus (Prancis), Boeing (Amerika), Bombardier, EADS CASA (Eropa), Spirit Aero System, Korean Airlines Aerospace (Korea Selatan), dan Mitsubishi Heavy Industries (Jepang).
Menurut Budi, PT DI saat ini berutang Rp 1,7 triliun kepada pemerintah. Karena itu, PT DI harus tancap gas mendongkrak income dari omzet berdagang pesawat dan komponen-komponennya. Namun, Budi berharap pemerintah fleksibel terhadap utang gede itu. "Kami akan berupaya mengonversinya jadi modal penyertaan atau produk barang dan jasa lain," jelas Budi.
Sumber: JPNN
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment