Badan Tenaga Atom Nasional
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata menegaskan para pakar Indonesia sudah mampu dalam mengelola teknologi nuklir. Kemampuan ini sangat sayang bila tak termanfaatkan secara optimal. "Riset kita soal nuklir sudah lama, hampir bersamaan dengan Korea Selatan. Bila sekarang Korea Selatan sudah mampu menjual teknologi nuklirnya untuk membangun PLTN, maka kita masih mempersoalkan keamanannya. Padahal, secara teknologi kita mampu mengelola energi nuklir menjadi energi listrik," ujar dia saat membuka Executive Meeting mengenai Manfaat Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir di Kantor Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Jakarta, Rabu (9/6).
Menurut Suharna, riset para peneliti Indonesia yang sudah terbukti andal adalah lewat kehadiran tiga reaktor nuklir yaitu di Bandung pada era 1960-an kemudian disusul reaktor nuklir di Yogyakarta pada tahun 1970-an, dan terakhir di Serpong, Banten pada 1980-an. "Alhamdulillah, ketiganya sampai saat ini tidak pernah menimbulkan kasus atau masalah. Karenanya, kami di Kemenristek memiliki tugas untuk mensosialisasikan kepada semua pihak bahwa kemampuan kita dalam membangun dan mengelola energi nuklir menjadi energi listrik sudah memadai," papar Suharna.
Selain soal teknologi, dalam pandangan Suharna, hal yang menyangkut pengawasan keamanan dan keselamatan reaktor nuklir sejatinya menjadi tugas banyak pihak, bukan hanya masyarakat dan negara tempat reaktor tersebut berada. Kata dia, ada badan pengawas dunia yang memastikan sebuah reaktor nuklir untuk PLTN benar-benar aman keberadaaanya, yaitu IAEA (International Atomic Energy Agency) sebuah badan dunia yang menangani persoalan nuklir dunia.
Menristek pun kemudian mencontohkan kebijakan Pemerintah Malaysia yang sudah memastikan wilayah Sabah sebagai tapak pembangunan PLTN. "Kalau negara tetangga kita sudah membangun, bukan mereka saja yang mengawasi keamanan dan keselamatan masyarakatnya, namun kita pun juga ikut serta mengawasi karena lokasinya berdekatan dengan masyarakat di Kalimantan," imbuh Suharna.
Sementara, Kepala Bapeten As Natio Lasman membenarkan bila dalam aspek pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, Indonesia tidak sendirian. Selain Bapeten, lembaga seperti IAEA dan negara-negara anggotanya juga turut mengawasi sebuah negara yang memanfaatkan teknologi nuklir. Dengan demikian, sangat sulit diterima bila muncul kekhawatiran berlebihan terhadap pembangunan PLTN.
Sumber: REPUBLIKA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment