JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat kepolisian, Neta S Pane, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menolak usulan struktur organisasi Polri yang kini telah masuk ke Sekretariat Negara (Setneg). Alasannya, struktur jabatan di tubuh Polri membengkak sehingga bisa memboroskan anggaran negara.
"Presiden jangan menandatangani usulan itu karena membuat jumlah jabatan jenderal membengkak dari 139 menjadi 158. Banyak jenderal berarti banyak staf dan banyak anggaran," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) itu di Jakarta, Senin (14/6/2010).
Neta Pane mengatakan, struktur organisasi Polri telah lolos di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan kini menunggu tanda tangan Presiden sebelum diberlakukan yang direncanakan akan diresmikan pada HUT Bhayangkara pada 1 Juli 2010.
Saat ini, menurut Pane, Polri memiliki lima jabatan jenderal bintang tiga (komjen) dan diusulkan akan ditambah menjadi delapan.
Lima jabatan berpangkat Komjen itu adalah Wakapolri, Kepala Badan Reserse Kriminal Umum, Kepala Badan Pembinaan Keamanan, Inspektorat Pengawasan Umum, dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Sedangkan tiga jabatan komjen yang diusulkan adalah Kepala Badan Intelijen Keamanan, Sekretaris Utama, serta Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan.
Menurut Pane, struktur baru Polri itu mirip dengan struktur kementerian saat ini, tetapi ada beberapa perbedaan mendasar. "Kalau di kementerian, jenderal bintang tiga itu hanya untuk wakil menteri dan sekretaris kementerian, sedangkan jabatan lainnya cukup bintang dua. Masa struktur baru Polri memiliki delapan komjen. Ini kan aneh," katanya.
Ia mengemukakan, dilihat dari sisi anggaran, struktur Polri yang baru bisa menyedot 70 persen dari Rp 23,7 triliun anggaran Polri. "Masa anggaran untuk tugas-tugas operasi dan pelayanan publik cuma 30 persen. Ini bisa memengarui profesionalisme Polri," katanya.
Menurut dia, struktur Polri yang ada saat ini sudah mendekati ideal, tetapi perlu dirampingkan lagi. Beberapa Polda seharusnya cukup dipimpin seorang kombes dan tidak perlu brigjen.
"Polda Bangka Belitung, misalnya, cukup dipimpin kombes karena jumlah kejahatan hanya 10 kasus tiap bulan. Jumlah ini jauh lebih banyak dari Polwil Malang atau Polres di Jakarta yang dipimpin seorang kombes," ujarnya.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment