MOROTAI, KOMPAS - Pengamanan wilayah perbatasan laut Indonesia-Filipina di Pulau Morotai masih minim. Akibatnya, praktik penyelundupan barang dan manusia serta pencurian ikan oleh nelayan asing hingga kini masih terus berlangsung.
Demikian disampaikan Gubernur Maluku Utara Thaib Armayin dalam kunjungan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin ke Morotai, Maluku Utara, Kamis (15/7/2010).
”Illegal fishing (pencurian ikan) oleh nelayan asing dan masuknya imigran gelap masih terjadi di Morotai. Wilayah perbatasan laut di sini masih menjadi pintu keluar yang paling bebas. Nelayan Filipina dan China hampir setiap bulan tertangkap (mencuri ikan di Morotai),” kata Thaib.
Bahkan, pada masa konflik sosial di Poso, Sulawesi Tengah, menurut Thaib, banyak senjata api dari luar yang masuk melalui perbatasan Morotai. Pasca-perdamaian Poso, senjata itu banyak yang diserahkan masyarakat kepada aparat keamanan.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Ternate, Kolonel Untung mengungkapkan, prajurit TNI AL yang menjaga wilayah perairan di Kabupaten Halmahera Utara dan perbatasan Kabupaten Pulau Morotai hanya berjumlah tiga orang. Itu pun belum ditunjang dengan sarana kapal patroli. Pengawasan wilayah perbatasan laut dilakukan Kapal Perang Republik Indonesia yang berpatroli secara periodik di wilayah perairan di Indonesia timur.
Menurut Sjafrie, pemerintah berupaya meningkatkan pengamanan di perbatasan melalui kebijakan ekonomi yang mendukung pertahanan dan kebijakan pertahanan yang mendukung ekonomi. Pangkalan Udara Pitu, yang merupakan peninggalan Amerika Serikat semasa Perang Dunia II, ditargetkan bisa didarati pada malam hari sebelum 17 Agustus 2010.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment