“Saya kira jika memang pemerintah terpaksa tidak bisa memilih kapolri dari luar jajaran polisi aktif saat ini karena berbagai alasan, maka lebih baik diambil dari para purnawirawan Polri yang memiliki syarat-syarat yang memadai untuk menduduki jabatan kapolri. Purnawirawan Polri memiliki resistensi yang lebih sedikit dibandingkan mendatangkan orang dari luar jajaran kepolisian,” kata Taufik, Minggu (11/7).
Ia mencontohkan, ketika Presiden Soeharto mengangkat M. Jusuf sebagai Panglima TNI. Waktu itu, M Jusuf sudah tidak menjadi perwira aktif lagi. Untuk saat itu bisa dikatakan karier militer M. Yusuf sebenarnya sudah selesai, namun karena kebutuhan, Pak Harto pun menunjukkannya menjadi pangilma TNI untuk membenahi TNI. Terbukti M. Yusuf menjadi salah satu panglima TNI paling berhasil dan dirinya pun masih dikenang sebagai seorang panglima yang benar-benar memperhatikan kebutuhan anak buahnya serta jujur.
“Pak Harto ketika itu memilih M.Yusuf menjadi panglima TNI ketika M.Yusuf sudah dikaryakan di luar TNI,” kata Taufik.
Sementara itu pengamat Ilmu Kepolisian, Bambang Widodo Umar menyatakan sangat masuk akal wacana agar kapolri bisa diambil dari luar institusi polri.
Presiden sebagai atasan kapolri menurut Bambang seharusnya dapat memiliki keleluasaan dalam memilih Kapolri. Saat ini dengan aturan yang ada maka menurutnya kewenangan presiden dan hak prerogratif presiden untuk memilih pembantunya seperti dibatasi.
“Kalau kita melihat institusi lain seperti kementerian negara, menteri itu kan jabatan politis dan bukan jabatan karier. Jabatan karier di kementerian level tertinggi di eselon satu atau setingkat sekjen atau dirjen. Sementara di kepolisian itu jabatan eselon satu bukanlah kapolri tapi Kaberesikrim, Kababinkam dan jabatan bintang tiga lainnya. Kapolri itu selevel dengan menteri tapi dia pensiun. Jika kepolisian mau disamakan dengan institusi sipil lainnya, maka mungkin saja bahwa kapolri adalah orang bukan dari institusi kepolisian yang memiliki kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan institusi polri untuk menjadi pemimpin,” kata Widodo.
Dirinyapun mencontohkan jabatan jaksa agung yang merupakan jabatan politis yang bisa disamakan dengan jabatan kapolri.
“Untuk jabatan politis, seharusnya memang tidak ada pensiun, masa pengabdian mereka ditentukan oleh kebutuhan pemerintahan saat ini. Seharusnya kapolri bisa disamakan dengan jaksa agung, atau kalau mau kapolri adalah pejabat eselon satu maka kapolri harus berada dibawah kementerian. Kapolri seharusnya juga tidak ada pensiunnya,” jelasnya.
Namun untuk itu maka harus dilakukan dengan mengubah UU Kepolisian tahun 2002 yang memang mensyaratkan bahwa kapolri haruslah dari institusi Polri yang masih aktif.
“Tapi kalau memang pemerintah dan DPR sepakat untuk itu, maka tidak menjadi masalah, karena toh UU bisa diubah dan bukan satu hal yang baku,” imbuhnya.
Sebelumnya Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir mengusulkan agar Kepala Kepolisian RI (Kapolri) mendatang tidak harus berasal dari kalangan internal polisi sendiri. Usulan tersebut, kata Nudirman, sejalan dengan keinginan tulus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendambakan kepemimpinan yang lebih menonjolkan aspek sipil.
Sumber: PRIMAIRONLINE
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment