Brussels - Pakta Pertahanan Atlantik Utara, Kamis (24/3) malam di Brussels, Belgia, bersepakat mengambil alih komando operasi militer di Libya dari Amerika Serikat. Pada saat yang sama, jet tempur Perancis menghancurkan pesawat militer Moammar Khadafy di pangkalan udara Misrata, Libya barat.
Misi operasi zona larangan terbang di atas Libya oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) diperkirakan berlangsung 90 hari. ”Namun, masih bisa diperpanjang atau dipersingkat sesuai keperluan,” kata seorang pejabat NATO di Brussels, Jumat.
NATO memutuskan menegakkan zona larangan terbang. Namun, NATO belum mau mengambil tindakan penuh meski sudah didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi Nomor 1973. Operasi itu bertujuan untuk melindungi warga sipil dari pasukan loyalis Moammar Khadafy.
Pejabat dari 28 negara anggota NATO sudah meneken perjanjian untuk mengambil alih komando operasi militer di Libya dari koalisi Barat yang dipimpin Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. ”NATO sepakat melancarkan tindakan yang dibutuhkan untuk menegakkan zona larangan terbang dan embargo senjata,” ungkap seorang diplomat.
Sedang dibahas
Mandat aliansi NATO itu tidak akan keluar dari Resolusi PBB terkait embargo senjata dan zona larangan terbang di atas Libya. Pola operasi dan apakah aksi militer akan diperluas atau tidak, termasuk serangan darat, sedang dibahas dan baru ditetapkan hari Minggu. ”Sekarang masih akan ada operasi bersama koalisi dan NATO,” kata Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen.
Pada 17 Maret lalu, dihasilkan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dari 15 anggota yang hadir, 10 anggota mendukung zona larangan terbang di atas Libya demi mengurangi jatuhnya korban rakyat sipil akibat serangan udara militer Khadafy. Rezim Khadafy telah menewaskan lebih dari 2.000 rakyat sipil.
Pertemuan pejabat tinggi 22 negara di Paris, 19 Maret lalu, diikuti Liga Arab dan Uni Afrika, pun mendukung Resolusi PBB yang mencakup enam butir. Intinya terletak pada butir ke-4, yakni harus diambil ”tindakan apa pun yang dibutuhkan” (all necessary measures) guna melindungi warga dari serangan pemerintah sendiri. Kewenangan semua negara anggota mengambil langkah itu.
Hal itu dijabarkan oleh koalisi yang dipimpin AS, Perancis, dan Inggris sebagai ”ruang yang luas” melakukan operasi militer di Libya. Intervensi koalisi dinilai melampaui batas sehingga banyak negara, termasuk Turki, salah satu anggota NATO, mengecam. Kamis malam, Turki akhirnya setuju NATO memimpin operasi.
”Sekarang pada prinsipnya sudah disetujui,” kata Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu. ”Operasi akan dialihkan sepenuhnya kepada NATO dan hanya ada satu komando dan kontrol.”
Turki menyumbang satu kapal selam dan beberapa kapal perang untuk melaksanakan embargo senjata di laut. Uni Emirat Arab menyumbang 12 pesawat tempur untuk mendukung operasi zona larangan terbang di Libya.
Pejabat AS mengatakan, 350 lebih jet tempur akan digunakan dalam operasi militer di Libya. Separuh lebih dari jumlah itu dari AS. Tampaknya AS ”serba salah”, tak mau terlibat terlalu jauh setelah melihat kasus Irak dan Afganistan.
Di Ajdabiya dan Tripoli
Pertempuran sengit masih terjadi di sejumlah kota di Libya, Jumat. Pesawat tempur Inggris dan Perancis menghancurkan kekuatan Khadafy yang sedang berperang melawan koalisi di Ajdabiya dan Tajura. Ledakan dan tembakan senjata berat juga terdengar di Tripoli. Kamis malam, jet tempur Perancis menembakkan rudal yang menyasar pesawat militer yang sedang berada di pangkalan udara Misrata.
Pertempuran di darat antara pasukan pro dan kontra-Khadafy terus berlangsung di kota-kota lain di Libya. Perancis telah mengoperasikan 15 jet tempurnya. Pemerintah Libya melaporkan, sekitar 15 orang, termasuk warga sipil, tewas akibat serangan koalisi ke Tripoli, Kamis.
”Mayat itu berasal dari serangan udara hari ini dan kemarin. Mereka menyerang tempat militer dan sipil,” kata Ahmed Hussein, petugas kamar mayat di sebuah rumah sakit di Tripoli, Kamis malam. ”Sudah 100 rakyat sipil tewas dalam lima hari operasi militer koalisi,” kata
Mussa Ibrahim, juru bicara Pemerintah Libya, di Tripoli Kamis malam.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment