Helikopter Israel terbang di atas kota tua Jerusalem dalam parade memperingati hari jadi ke-62 negara Israel, Selasa (20/4). Sehari sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengungkapkan bahwa Israel sudah seharusnya mendengarkan apa kata dunia agar tidak terus selama bertahun-tahun menguasai rakyat Palestina.
Kairo, Kompas - Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak dalam wawancara dengan radio Israel pada hari Senin (19/4) menegaskan, Israel harus mengakhiri pendudukannya di wilayah Palestina dan harus menyerahkan semua urusan Palestina kepada mereka sendiri, cepat atau lambat.
”Negara Palestina akan pasti berdiri pada masa mendatang, suka atau tidak suka, dicegah atau tidak,” kata Barak kepada radio Israel dalam peringatan tahunan tewasnya serdadu Israel dalam berbagai peperangan.
Dalam peringatan tewasnya serdadu Israel dalam berbagai peperangan itu, tercatat sebanyak 22.684 serdadu Israel tewas dan 3.971 warga sipil Israel tewas.
Barak melanjutkan, dunia sudah tidak menerima lagi berlanjutnya kekuasaan Israel atas rakyat lain beberapa dekade lagi. Karena itu, lanjutnya, tidak ada solusi lagi kecuali membiarkan mereka (Palestina) memerintah sendiri.
Barak juga menegaskan, tidak ada alasan meletusnya perang baru di Timur Tengah pada musim panas mendatang. Ia mengungkapkan, Israel tidak berniat melancarkan perang apa pun saat ini.
Penegasan Barak itu menanggapi pernyataan Raja Abdullah II dari Jordania kepada harian Chicago Tribune pertengahan April lalu bahwa kemungkinan meletus perang baru di Timur Tengah pada musim panas nanti jika proses perdamaian Israel-Palestina tetap tidak bergerak.
”Israel memiliki kekuatan dan kepercayaan diri yang cukup untuk mencapai solusi atas dasar prinsip dua negara. Bila mencapai solusi itu tidak mungkin, tanggung jawab harus dipikul pihak lain (Palestina),” katanya.
Menhan Israel itu juga menyatakan, krisis diplomasi antara Israel dan AS terakhir ini tidak menguntungkan Israel. Ia meminta PM Israel Benjamin Netanyahu segera mengakhiri krisis hubungan dengan AS.
”Kita harus mengubah situasi ini dengan cara menawarkan inisiatif politik yang mencakup masalah-masalah inti dalam konflik dengan Palestina,” tandas Menhan Israel itu.
Menurut Barak, jika harus memperluas koalisi pemerintahan untuk mencapai tujuan tersebut (memperbaiki hubungan dengan AS), maka harus dilakukan.
Para pengamat menyebut, Barak bermaksud kemungkinan bisa mengajak Partai Kadima pimpinan Tzipi Livni dalam koalisi pemerintahan untuk memperbaiki hubungan dengan AS melalui cara memenuhi tuntutan Washington.
Seperti dimaklumi, perundingan Israel-Palestina macet total sejak Desember 2008. Upaya AS hingga saat ini gagal untuk memulai lagi perundingan Israel-Palestina itu.
AS sendiri akhirnya terlibat krisis hubungan dengan Israel akibat perbedaan pendapat soal permukiman Yahudi.
Puncak krisis
Krisis hubungan AS-Israel mencapai puncaknya ketika Israel mengumumkan pembangunan 1.600 rumah baru di Jerusalem Timur, pada saat Wakil Presiden AS Joe Biden berkunjung ke Israel bulan lalu.
Obama ketika bertemu Netanyahu di Washington bulan Maret lalu mengajukan 13 tuntutan kepada Israel sebagai solusi mengakhiri krisis hubungan AS-Israel. Di antara tuntutan AS itu adalah membekukan pembangunan permukiman Yahudi di Jerusalem Timur. Namun, anggota koalisi pemerintah Netanyahu yang berintikan dari partai agama dan ultranasionalis kanan Israel menolak memenuhi tuntutan AS itu.
Akan tetapi, sikap PM Israel Benjamin Netanyahu bertolak belakang dengan Menhan Ehud Barak. Netanyahu dalam peringatan tewasnya serdadu Israel itu malah mengkritik Presiden AS Barack Obama.
Menurut Netanyahu, tuntutan Obama untuk menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di Jerusalem Timur tidak rasional dan mustahil bagi Israel menerima tuntutan tersebut.
Ia menegaskan, pembangunan permukiman Yahudi sudah ada sejak era Golda Meir, Yitzhak Rabin, Shimon Peres, dan Israel tidak menghadapi tuntutan keras dari AS seperti saat ini.
Ia meminta Palestina memulai perundingan langsung dengan Israel tanpa prasyarat. Adapun Palestina selama ini menuntut Israel menghentikan dahulu pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur sebelum memulai perundingan damai.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment