Fasilitas Reaktor Nuklir Yang Dimiliki BATAN
Depok, (tvOne)
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Hudi Hastowo mengatakan, penundaan penerapan pembangkit listrik tenaga nuklir mengandung risiko. "Jelas ada risikonya dengan penundaan penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Hudi Hastowo dalam semiloka dengan tema "PLTN, Mitos dan Fakta" di Universitas Gunadarma, Kota Depok, Kamis (27/5).
Risiko tersebut, kata dia, adalah adanya sumberdaya manusia (SDM) ahli nuklir Indonesia yang akhirnya bekerja ke luar negeri, dan juga akan terhambatnya pasokan bahan baku PLTN dari luar negeri karena daftar tunggu yang semakin panjang dari negara lain. "Kita ini negara paling siap untuk menggunakan tenaga nuklir," katanya.
Menurut dia, beberapa daerah yang telah mengajukan sebagai tempat untuk pusat listrik tenaga nuklir yaitu Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Hudi mengingatkan masyarakat bahwa kebutuhan energi listrik pada masa depan akan sangat tinggi. Karena itu, PLTN harus menjadi salah satu bagian dari rencana pengembangan energi nasional agar kebutuhan tersebut bisa mencukupi.
Ia mengatakan, untuk memulai program pemanfaatan tenaga nuklir dibutuhkan waktu antara 8-10 tahun sehingga pembangkit PLTN baru bisa terealisasi pada 2019 atau 2020.
Dikatakannya bahwa teknologi PLTN saat ini sudah jauh lebih maju dibanding dengan teknologi masa lalu. Apalagi teknologinya sangat menekankan keselamatan dengan hadirnya konsep PLTN generasi IV yang aman, ekonomis, dan limbahnya minimal.
Ia menjelaskan, sejak kejadian Chernobyl (ledakan reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina pada tahun 26 April 1986,) telah lahir berbagai konvensi yang secara administratif lebih meningkatkan keselamatan nuklir, misalnya "Nuclear Safety Convention" yang tidak memungkinkan suatu negara menyembunyikan informasi terkait keselamatan PLTN.
Sementara itu, pakar teknologi nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Su`ud mengatakan, energi nuklir memiliki keunggulan dari kepadatan energinya serta biaya operasionalnya yang relatif murah, dibandingkan dengan energi fosil lainnya. Namun, Zaki mengakui bahwa PLTN secara umum memerlukan biaya kapital yang lebih besar dari pembangkit-pembangkit lainnya.
Permasalahan lain dengan PLTN, kata dia, adalah kekhawatiran yang berlebihan terhadap kecelakaan nuklir dan limbah nuklir, sehingga mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat.
Sumber: TV ONE
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment