JAKARTA(SI) – Lembaga Pertahanan dan Keamanan Nasional (Lemhannas) mengusulkan pembentukan Dewan Keamanan Nasional. Gubernur Lemhannas Muladi mengatakan, Dewan Keamanan Nasional yang dibentuk merupakan suatu forum koordinasi yang dipimpin oleh Presiden untuk membantu memecahkan masalah-masalah keamanan dan kebijakan luar negeri.
Usulan mengenai Dewan Keamanan Nasional disampaikan oleh Muladi di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan peserta seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Lemhannas (Ikal) di Gedung Lemhannas, Jakarta,kemarin. Menurut Muladi, alasan pembentukan dewan ini karena Lemhannas melihat keamanan na-sional sebagai persyaratan untuk memelihara dan menjaga daya survival bangsa dan negara.
“Hal itu dapat diwujudkan melalui pendayagunaan dan pengintegrasian kekuatan ekonomi, politik, dan ideologi serta nilai-nilai kebudayaan yang kondusif, kekuatan militer yang efektif, dan kemampuan diplomasi,” tegas Muladi. Seminar nasional yang dihadiri oleh para jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu II tersebut diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-32 Ikal.
Seminar diselenggarakan selama dua hari dengan mengangkat tema “Mencari Format Sistem Keamanan Nasional dalam Era Demokratisasi dan Globalisasi”. Muladi mengatakan,selain memecahkan berbagai masalah keamanan, Dewan Keamanan Nasional juga diharapkan menjadi eksistensi dari Indonesian Sea an Coast Guardyang dibangun secara bertahap sebagai amanat Undang-Undang No17/2008 tentang Pelayaran.
Selain itu, lanjut mantan Menteri Kehakiman ini,dibutuhkan pula Komando Wilayah Pertahanan mengingat semakin luasnya wilayah nasional yang menjadi area of responsibilityTNI. “Dengan demikian, memerlukan koordinasi antarmatra yang lebih solid di seluruh wilayah nasional di samping telah dibentuknya Badan Penanggulangan Terorisme dan Badan Pengelolaan Perbatasan yang mandiri,”tandasnya.
Menanggapi usulan itu, Presiden SBY meminta agar Lemhannas melakukan kajian terkait apa yang akan dilakukan Dewan Keamanan Nasional tersebut. Menurut SBY, dalam undang-undang pertahanan sudah terdapat Dewan Pertahanan Nasional yang mengurus tentang external defence. “Secara de facto, selama 24 jam, SMS yang saya terima, koran yang saya ikuti,media dalam dan luar negeri, bukan hanya external defence, tapi juga internal security,external security, yang range-nya luas sekali, spektrumnya luassekali,”paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hajrianto Tohari menilai, politik legislasi bidang pertahanan dan keamanan belum memadai. Karena itu,sering kali muncul gejala kegagalan fungsi dalam bidang pertahanan dan keamanan. Hajrianto menyatakan, UUD 1945 Pasal 30 ayat (5) dengan tegas memerintahkan DPR dan pemerintah untuk membuat undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan TNI dan Polri,hubungan kewenangan TNI dan Polri di dalam menjalankan tugasnya, serta syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Konstitusi juga secara tegas meminta dua lembaga tersebut untuk membuat UU perbantuan antara TNI dan Polri serta hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan negara.Namun, kenyataannya, ujar Hajrianto, sejak reformasi bergulir,baru ada tiga undangundang di bidang pertahanan dan keamanan. Yakni, UU No2/2002 tentang Polri,UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara, serta UU No 34/2004 tentang TNI.
Sejak saat itu, jelasnya,praktis institusionalisasi reformasi di bidang pertahanan dan keamanan di tingkat undang-undang terhenti. “Politik perundangan-undangan pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan sulit dikatakan baik.Penataan sistem pertahanan dalam undang-undang berhenti sejak 2004. Sejak itu, tidak ada perkembangan dalam legislasi,termasuk terhentinya pembahasan RUU Peradilan Militer,”tegas Hajrianto. Demikian juga undang-undang yang memiliki bantuan muatan perbantuan antara TNI dan Polri yang juga belum dihasilkan.
Sumber: SEPUTAR INDONESIA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment