Jakarta - Kecelakaan pesawat Merpati MA 60 di Kaimana, Papua Barat tak cuma menimbulkan korban jiwa. Setelah terjadinya kecelakaan ini, rentetan pertanyaan atas alasan pembelian pesawat ini dan proses pengadaannya muncul.
Hari Laksono, mantan direktur Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) masa pemerintahan BJ Habibie atau sebelum berubah jadi PT Dirgantara Indonesia mengatakan, kualitas Xian MA 60 yang diproduksi China masih di bawah CN 235 yang diproduksi IPTN. Menurut Hari, MA 60 merupakan pengembangan dari pesawat Antonov 24 dan 26 yang dikembangkan Rusia.
Selama ini, dikenal bahwa pesawat yang dikembangkan Rusia lebih rentan daripada buatan Barat. "Kalau misalnya dibandingkan dengan Boeing 737, maka Boeing kecelakaan 1 kali, pesawat Rusia sudah 8 kali. Kalau dibandingkan Airbus, maka Airbus 1 kali, pesawat Rusia sudah 15 kali," kata Hari dalam diskusi "Kasus Merpati MA 60, Nasionalisme dan Industri Penerbangan" yang diadakan hari ini di Rumah Perubahan 2.0, Jakarta Pusat.
Pesawat CN 235 sendiri menurut Hari lebih baik daripada MA 60. "CN 235 itu sudah dapat sertifikat dari FAA, MA 60 ini kan belum," urai Hari. Dengan fakta itu, CN 235 punya kelayakan lebih tinggi dibanding MA 60.
Terkait dengan dana 220 juta dollar AS yang dipinjam untuk membeli MA 60, Hari mengatakan, "Kalau itu dipakai untuk membeli CN 235, maka bisa dapat 20, sekaligus spare part, plus service full, dan bisa bayar di belakang."
Hari mengaku bingung dengan alasan Merpati membeli MA 60. "Katanya biar kapasitasnya bisa 50 orang. Tapi yang jatuh di Kaimana itu kan kapasitasnya cuma 25 atau 27 orang. Bagaimana itu," Kata Hari.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Akbar Faisal, anggota DPR dari Partai Hanura mengatakan, "Pembelian pesawat ini bukti bahwa pemerintah selama ini tidak berpihak dengan industri dalam negeri."
Menurutnya, pemerintah selama ini hanya berpihak pada industri yang menghidupi banyak rakyat kecil seperti olahan kayu dan rotan. "Tapi, bagaimana dengan industri strategis seperti pesawat terbang," tanyanya.
Ia membenarkan bahwa industri yang menghidupi rakyat kecil memang harus didukung, tetapi hal yang sama juga harus dilakukan pada industri strategis. "Kalau mau berpihak pada industri dalam negeri, harus serius dong. Jangan cuma pada industri singkong," cetusnya.
Hari menimpali, China sendiri yang memproduksi MA 60 menaruh perhatian besar pada industri strategis. "Pesawat menjadi satu dari 16 industri strategis yang didukung, selain drugs dan telekomunikasi," paparnya. Menurutnya, hal yang sama semestinya juga bisa dilakukan pemerintah Indonesia.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
1 komentar:
emang dasar goblok ngapain beli pesawat yg ga jelas mutunya,,,ga punya rasa nasionalisme,,mikirin komisi mulu
Post a Comment