Bandung - Pesawat Merpati jenis MA-60 jatuh. Perhatian publik banyak tertuju ke kondisi penerbangan dalam negeri. Namun, tak banyak yang mau tahu lagi tentang PT Drigantara Indonesia yang merupakan industri pesawat terbang satu-satunya dalam negeri. Apa, bagaimana, dan mengapa?
PTDI memang tak seperti dulu lagi. Yang sempat menjadi kebanggaan besar, dan hampir mengangkat martabat bangsa menjadi negara maju seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan lainnya melalui kebangkitan teknologi yang ditandai dengan berhasil diselesaikannya jenis peswat turboprop N250.
Berbagai negara di dunia pada saat itu, mengalihkan perhatiannya ke Indonesia. Bahkan, tawaran kerja sama dari negara yang sebelumnya enggan bekerja sama dengan Indonesia mulai berdatangan untuk menawarkan kontrak.
Tapi itu dulu. Kini, PTDI dirundung masalah pelik. Namun, tetap mencoba untuk bertahan dengan menjalankan peran sebagai global supplier ke beberapa perusahaan penerbangan besar luar negeri seperti Airbus dan Boeing.
Juga, PTDI masih terus memproduksi beberapa jenis pesawat, salah satunya CN-235 yang bekerja sama dengan CASA Spanyol. Dan permintaan untuk peswat CN-235 itu sendiri hingga saat ini masih banyak dari negara-negara luar seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab dan juga Korea Selatan.
Kamis, 12 Mei baru-baru ini. Satu pesawat pesanan Korea Selatan kembali diberangkatkan. Itu dilakukan pada pukul 7.00 WIB. Pemberangkatannya sendiri disaksikan sejumlah direksi PTDI dan juga para insinyur pembuat peswat itu.
Pesawat CN-235 pesanan korea itu keluar dari hanggar satu jam sebelum take-off dari Bandara Husein Sastranegara. Pemeriksaan dilakukan, begitu pun pengisian bahan bakar untuk mencapai bandara tempat dilakukan transit sebelum mencapai Korea Selatan.
Pukul 6.30 WIB, kru berkumpul. Yang menjadi pilot yakni Capt Esther dan QA Supriadi. Sedikit terlihat seremony kecil-kecilan. Yang kemudian kru menuju ke posisi masing-masing.
CN-235 pesanan Korsel itu sendiri diperuntukkan sebagai pesawat Search and Resque (SAR). Yang di dalamnya telah dilengkapi peralatan untuk melakukan evakuasi oleh petugas SAR.
Pilot Esther mengangkat tangan. Mesin kemudian dinyalakan dengan suara yang bergemuruh. Semua yang menyaksikan keberangkatan pesawat itu melambaikan tangan setelah pesawat menuju ke landasan untuk take off.
Tak membutuhkan waktu yang lama. Pesawat ke 2 dari 4 pesawat CN-235 pesanan Korea Selatan itu take-off dengan mulus. Semua yang menyaksikan keberangkatan itu kembali ke lokasi kerja masing-masing, ada yang menuju hanggar untuk melakukan perakitan, ada juga yang menuju ke bengkel produksi dan tampak sebagian baru berdatangan.
Sebelum meninggalkan tempat, Direktur Aircraft, Budiman Saleh kepada FAJAR MEDIA CENTER (FMC) mengatakan kalau pesawat CN-235 Korea Coast Guard itu merupakan seri ke 57. Dan kembali akan dikirim ke Korea seri 58 dan 59.
Juga pada Mei 2011 ini, CN-235 seri 54 dan 55 diterbangkan ke Senegal. Sebelum itu, negara-negara lain sudah banyak yang membeli dari PTDI.
Negara-negara yang telah menggunakan CN-235 sendiri sudah banyak, seperti Malaysia 8 unit, Brunei Darussalam 1 unit, Thailand 2 unit, Pakistan 4 unit, Korea Selatan 12 unit, Uni Emirat Arab 7 unit, Burkina Faso 1 unit dan Senegal 2 unit.
Sementara penggunaan dalam negeri sendiri oleh Angkatan Udara 9 unit yang mana 7 di antaranya sudah grounded karena keterbatasan dana maintenence. Juga Merpati menggunakan 15 unit, namun juga sebagian besarnya dikembalikan.
CN-235 sendiri di Pakistan digunakan untuk Military Transport, Malaysia menggunakannya juga sebagai Military Transport dan 2 VVIP untuk Perdana Menteri dan Rajanya. "Pesawat ini bukan hanya bisa untuk penumpang, tapi berbagai fungsi dan bahkan menjadi pesawat kepresidenan," ujar Budiman Saleh yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan PTDI.
CN-235 sendiri banyak dibutuhkan untuk kepentingan negara yang mengkhawatirkan permasalahan bajak laut, penyelundupan, atau imigran gelap, khususnya karena pesawat setipenya seperti Buffalo tidak diproduksi lagi. Bahkan, untuk mengawasi Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang dipersengketakan sejumlah negara, baik Tentera Diraja Malaysia maupun Brunei sama-sama mengerahkan pesawat CN-235 buatan PT DI.
Saat ini masih beroperasi sekitar 50 pesawat CN-235 di berbagai negara buatan PT DI dan sekitar 150 unit CN-235 buatan Casa Spanyol. CN-235 versi Patroli Maritim sendiri dilengkapi dengan sistem navigasi, komunikasi dan misi serta mengakomodasi rudal.
Sementara itu, Manager of Corporate Communication PTDI, Rakhendi Triyatna menyebutkan sejarah CN-235 merupakan pesawat terbang hasil kerja sama antara IPTN atau Industri Pesawat Terbang Indonesia (sekarang PT.DI) dengan CASA dari Spanyol. Kerja sama kedua negara dimulai sejak tahun 1980 dan purwarupa milik Spanyol pertama kali terbang pada tanggal 11 November 1983, sedangkan purwarupa milik Indonesia terbang pertama kali pada tanggal 30 Desember 1983.
Produksi di kedua negara di mulai pada tanggal Desember 1986. Varian pertama adalah CN-235 Series 10 dan varian peningkatan CN-235 Seri 100/110 yang menggunakan dua mesin General Electric CT7-9C berdaya 1750 shp bukan jenis CT7-7A berdaya 1700 shp pada model sebelumnya.
Karakteristik umum CN-235 berkapasitas sampai 45 penumpang, panjang 21.40 m (70 ft 3 in), bentang sayap 25.81 m (84 ft 8 in), tinggi 8.18 m (26 ft 10 in), area sayap 59.1 m² (636 ft²), berat kosong 9,800 kg (21,605 lb), berat isi 15,500 kg (16,500 kg Military load), maksimum takeoff 15,100 kg (33,290 lb), tenaga penggerak 2× General Electric CT79C turboprops, 1,395 kW (1,850 bhp) each.
Sumber: FAJAR
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment