Kisar, Kompas - Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut VII memperketat penjagaan di perairan Kabupaten Maluku Barat Daya yang berbatasan dengan Timor Leste. Ini dilakukan menyusul informasi tentang adanya perampok dari Timor Leste yang cukup meresahkan warga Maluku Barat Daya, Maluku.
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) VII Laksamana Pertama Amri Husaini, Kamis (19/8), mengatakan, peningkatan pengawasan akan dilakukan kapal perang KRI Weling dan empat kapal angkatan laut (KAL) yang beroperasi di Lantamal VII.
Personel TNI AL yang ditugaskan di posko TNI AL di Pulau Kisar dan Letti di Kabupaten Maluku Barat Daya, lanjut Amri, juga diperintahkan untuk meningkatkan pengawasan.
Menjarah hasil bumi
Lantamal VII berbasis di Kupang, Nusa Tenggara Timur, tetapi wilayah tugasnya mencakup pula wilayah perairan Nusa Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya.
Sebelumnya, Penjabat Bupati Maluku Barat Daya Angky Renkaan mengeluhkan seringnya perampok dari Timor Leste masuk ke pulau-pulau di Maluku Barat Daya. Mereka mengancam warga dan menjarah hasil bumi warga. ”Para perampok ini sering kali memakai senjata api sehingga warga tidak berani melawan,” tutur Angky.
Selain perampok, Angky mengatakan, nelayan dari Timor Leste pun sering menangkap ikan di wilayah perairan Maluku Barat Daya. Bahkan, wilayah yang oleh masyarakat adat setempat telah diberlakukan sasi.
Sasi merupakan larangan pengambilan ikan atau hewan laut lainnya, seperti kerang, di suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu guna menjaga kelestarian biota laut.
”Nelayan-nelayan itu bahkan sering menggunakan bom ikan yang justru merusak biota laut,” cerita Angky.
Amri Husaini mengaku belum pernah mendapatkan laporan soal pencurian ikan atau biota laut itu. Menurut dia, kemungkinan hal ini akibat sulitnya akses komunikasi ke Kabupaten Maluku Barat Daya dan minimnya armada kapal TNI AL yang menjaga wilayah Lantamal VII.
”Selain jumlahnya minim, kapal angkatan laut berukuran panjang 23 meter sering kali tidak bisa beroperasi akibat cuaca buruk. Ombak setinggi empat sampai lima meter justru dapat membuat kapal terbalik. Hal inilah yang membuat KAL kerap tidak beroperasi yang berdampak pula pada pengawasan yang tidak bisa intensif,” tuturnya.
Di samping masalah armada yang terbatas, Amri mengaku pihaknya kesulitan menjaga wilayah perairan Indonesia di Kabupaten Maluku Barat Daya karena belum ditetapkannya batas laut antara Indonesia dan Timor Leste. Penetapan batas laut ini masih menunggu penetapan batas darat Indonesia dan Timor Leste yang belum tuntas.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment