INILAH.COM, Jakarta – Dokumen yang dibocorkan situs WikiLeaks menunjukkan informasi bahwa Amerika Serikat (AS) ternyata berada di balik proses pencapaian perdamaian Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
WikiLeaks memunculkan dokumen tersebut dalam bagian WikiLeaks Document Release mengenai informasi kepada Kongres AS dari Congressional Research Service. Informasinya termuat dalam Report RS20572 bertajuk Indonesian Separatist Movement in Aceh. Laporan itu disajikan oleh Larry Niksch dari Divisi Hubungan Luar Negeri, Perdagangan dan Pertahanan tertanggal 26 Februari 2004.
Di dalamnya disebutkan bahwa perhatian terhadap Indonesia mau tidak mau juga harus terkait dengan Aceh. Sebab, hubungan RI-AS dalam hal pemberantasan terorisme akan terganggu oleh perubahan situasi di Aceh. Untuk mencegahnya, Pemerintahan George W Bush menyatakan harus ikut mempengaruhi proses perundingan perdamaian di Aceh.
Karena itu, di musim semi 2002, Asisten Menteri Luar Negeri, Matt Daley, menemui pemimpin GAM, Hasan Tiro di Swedia. Dalam pertemuan itu, Daley mendesak Tiro untuk menerima opsi otonomi khusus dari pemerintah Indonesia.
Pemerintah AS juga menawarkan Jenderal Marinir (Purnawirawan) Anthony Zinni untuk menjadi mediator dalam perundingan itu. Zinni kemudian mengunjungi Aceh pada Juli 2002.
Kepada pihak Indonesia, AS secara hati-hati mendekati TNI terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM). AS menekan pemerintah Indonesia untuk tidak melaksanakan rekomendasi TNI untuk menerapkan darurat militer di Aceh. Dalan laporan itu disebukan bahwa pemerintah AS tidak ragu lagi menilai bahwa kebijakan darurat militer merupakan kebijakan TNI sepenuhnya.
Untuk mendekati TNI, pemerintah AS juga melobi lembaga peradilan di AS terkait dengan gugatan oleh the International Labour Rights Foundation terhadap perusahaan minyak AS, Exxon-Mobil Corporation, karena keterlibatannya dalam kasus pelanggaran HAM oleh TNI yang menjaga instalasi gas alam milik Exxon-Mobil Corporation di Aceh.
AS kemudian melobi hakim federal dengan mengirim surat pada 29 Juli 2002. Isinya, Departemen Luar Negeri berpendapat bahwa gugatan itu bisa mendorong pemerintah Indonesia bersikap diskriminatif terhadap perusahaan-perusahan AS dan menghentikan kerjasama dengan AS dalam pemberantasan terorisme.
Khusu terkait masalah Aceh itu, pemerintahan Bush menerapakan tiga kebijakan. Pertama, mempengaruhi GAM untuk setidaknya mau bernegosiasi dalam hal penerapan otonomi khusus.
Kedua, mempengaruhi pemerintah Indonesia untuk memiliki niat baik dalam membuat undang-undang otonomi khusus itu. AS menyebut kebijakan kedua itu sebagai tugas yang penting karena Indonesia pernah mengingkari janji terkait otonomi di Aceh.
Ketiga, mempengaruhi TNI untuk tidak melakukan langkah-langkah yang bisa menimbulkan krisis hak asasi yang parah di Aceh (misalnya membunuh warga sipil). Sebab, jika itu terjadi, upaya Pentagon (Departemen Pertahanan AS) mendekati TNI akan mendapat hambatan dari Kongres.
Sumber: INILAH
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment