Lodewijk menjelaskan tindak terorisme bisa terjadi di berbagai obyek area manapun, bisa di perkotaan, hutan-hutan, gedung, hingga pesawat. "Kemampuan satuan bisa menangani di semua obyek. Entah itu Detasemen Khusus 88 Antiteror (Polri), Detasemen Jalamangkara (TNI AU), Detasemen Bravo (TNI AU), dan lainnya, saya kira sama lah semua," kata Lodewijk usai upacara serah terima jabatan sejumlah Komandan Satuan di Makopassus, Cijantung, Senin ( 15/3/2010 ).
Terkait peta terorisme Indonesia yang mulai merambah kawasan hutan di Aceh, kata Lodewijk, bukan berarti mutlak TNI yang ambil tindakan karena lebih menguasai medan pertempuran.
Seperti dikatakannya, TNI atau juga Polri memiliki kemampuan yang sama di areal obyek manapun. "Bukan berarti kalau kasus teroris di perkotaan itu polisi yang tangani, sementara yang di hutan-hutan itu urusan TNI. Bukan begitu," kata dia.
Ia menjelaskan, kasus terorisme sebagai tindak pidana, masih menjadi wilayah Polisi sebagai aparat penegak hukum. Kopassus sebagai pasukan elit TNI, ungkapnya, hanya siap siaga memberi bantuan jika memang diperlukan. "Katakan seperti kasus penyanderaan di Mumbai, India, Polisi kesulitan. Nah di situ kami masuk, saling membantulah," tegasnya.
Lodewijk juga membantah jika dikatakan selama ini terjadi tumpang tindih dalam penanganan kasus teroris di Indonesia. Ia menegaskan tidak ada tarik menarik kepentingan antara Polri dan TNI dalam pelaksanaan tugas pemberantasan terorisme.
"Tapi sering dikatakan, terorisme itu extraordinary crime yang harus dilawan seluruh komponen bangsa. Terutama Polisi dan TNI, kita harus bersatu padu," kata Lodewijk tegas.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment