ASUNCION, KOMPAS.com — Paraguay, Senin, mengirim 1.000 tentara dan polisi tambahan untuk memburu anggota kelompok sayap kiri bersenjata yang dipersalahkan atas serangan yang menewaskan empat orang, pekan lalu.
Kongres telah memberi pemerintah kekuasaan khusus untuk menindak keras kelompok itu, yang memiliki hubungan dengan sebuah kelompok pemberontak Kolombia. Presiden Paraguay Fernando Lugo mengatakan, pasukan keamanan dibolehkan menggunakan senjata. "Tujuan konkretnya adalah untuk membolehkan militer melakukan operasi bersenjata, yang tidak akan mungkin tanpa wewenang khusus," kata Lugo kepada wartawan.
"Tidak ada hak konstitusional akan ditangguhkan sebagai akibat dari hal ini. Rakyat boleh melakukan usaha biasa mereka di kawasan itu," kata presiden beraliran kiri itu.
Selain serangan mematikan pekan lalu itu, para pejabat juga menyalahkan anggota Militer Tentara Paraguay (EPP) karena beberapa penculikan dan pembunuhan di daerah yang luas sekali di perbatasan dengan Brasil dan Bolivia.
Langkah darurat itu, yang akan diterapkan di lima provinsi, memungkinkan pemerintah untuk menangkap para tersangka tanpa surat perintah serta melarang pertemuan umum dan unjuk rasa. Sejumlah tentara telah dikerahkan ke wilayah itu awal tahun ini untuk membantu polisi setempat memerangi gerilyawan EPP, yang bersenjata canggih dan terlatih untuk beroperasi di wilayah hutan.
Menurut pejabat polisi dan pemerintah, kelompok tersebut memiliki sekitar 100 anggota dan aktif di daerah-daerah penanaman mariyuana di negara miskin itu, yang merupakan pemasok penting obat bius regional.
Lugo, seorang bekas uskup Katolik, mendapat tekanan untuk menangkap para pemimpin EPP dalam 30 hari yang diberikan oleh kongres untuk melakukan tindakan keras keamanan. Penggunaan kekuasaan khusus adalah kontroversial di Paraguay karena kekuasaan itu sering kali digunakan dalam 35 tahun kediktatoran Jenderal Alfredo Stroessner, yang berakhir pada 1989, dan beberapa kelompok HAM mempertanyakan tindakan Lugo itu.
"Memberi pasukan bersenjata hak untuk bertindak dalam urusan keamanan dalam negeri adalah langkah mundur," kata kelompok HAM Peace dan Justice Service (SERPAJ-AL) dalam pernyataannya.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment