Prajurit Kavaleri Marinir TNI Angkatan Laut dengan latar belakang tank PT-76 bersiaga dalam Latihan Pemantapan Terpadu Marinir Wilayah Timur di Karang Tekok, Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (21/4). Sebanyak 4.728 prajurit Marinir, peralatan senjata, dan kendaraan tempur ikut dalam latihan yang berlangsung dari 17 Maret hingga 22 April ini
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramowardhani meminta kenaikan anggaran yang diajukan bisa dijamin dapat terserap dengan baik. Apalagi secara logika, kenaikan itu diturunkan dari perencanaan dan program pemerintah sendiri. Hal itu disampaikan Jaleswari, Rabu (5/5/2010), menanggapi keputusan pemerintah menaikkan alokasi anggaran pertahanan secara signifikan, dari yang sebelumnya selalu di bawah satu persen, menjadi 1,2-1,5 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Setelah itu yang harus dipikirkan kemudian, tambah Jaleswari, adalah bagaimana memisahkan alokasi anggaran yang diberikan, antara alokasi belanja rutin yang memuat komponen gaji pegawai dengan alokasi untuk fungsi-fungsi pertahanan, sehingga tidak lagi anggaran yang ada terserap sebagian besar untuk belanja pegawai seperti selalu terjadi sebelumnya.
"Idealnya, anggaran untuk membiayai kesejahteraan prajurit TNI macam terkait perumahan, kesehatan, dan pendidikan, bisa dititipkan ke alokasi anggaran kementerian terkait. Dengan begitu, anggaran untuk keperluan pertahanan, yang selama ini dipahami selalu minim, tidak perlu lagi dibebani oleh keperluan lain," ujar Jaleswari.
Dengan begitu kenaikan alokasi anggaran pertahanan tidak selalu dipakai untuk pos pengeluaran rutin melulu karena pengadaan perumahan prajurit TNI bisa ditangani oleh Kementerian Perumahan Rakyat, kebutuhan kesehatan bisa ditanggung oleh Kementerian Kesehatan, dan urusan pendidikan baik untuk prajurit TNI maupun anak-anak mereka bisa ditanggung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment