JAKARTA, KOMPAS - Markas Besar Tentara Nasional Indonesia memastikan akan mengirim dua tim pasukan untuk memantau di dua sisi kawasan perbatasan, yang sampai sekarang masih terus dipersengketakan oleh dua negara bertetangga anggota ASEAN, Thailand dan Kamboja.
Nantinya kedua tim itu dipimpin seorang perwira menengah berpangkat kolonel. Setiap tim terdiri atas 15 prajurit TNI yang bertugas memantau wilayah perbatasan dari kedua sisi (observer).
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul, Jumat (25/2), saat dihubungi Kompas. Saat ini, ke-30 personel TNI yang akan di- berangkatkan masih akan diseleksi.
”Untuk pemberangkatan, kami (TNI) tentunya menunggu keputusan Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Kami akan bertugas di bawah kendali ASEAN di mana tahun ini Indonesia menjadi ketuanya,” ujar Iskandar.
Menurut Iskandar, TNI punya pengalaman dan kemampuan menjalankan misi sejenis, seperti terlibat dalam pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Para personel yang dikirim ke perbatasan Thailand-Kamboja itu tidak akan dipersenjatai.
”Tugas mereka nanti hanya sebatas mengamati dan mencatat jika terjadi pelanggaran. Jadi tidak masalah kalaupun mereka tidak dipersenjatai. Hasil pengamatan dan pencatatannya akan dilaporkan ke ASEAN untuk dibahas lagi kemudian,” katanya.
Iskandar menambahkan, setiap tim akan bertugas maksimal selama enam bulan dan akan diganti jika keberadaan tim pemantau itu masih terus dibutuhkan di sana. Namun, dia berharap, proses perundingan sengketa perbatasan bisa cepat diselesaikan.
Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara Kemlu Michael Tene, dalam jumpa persnya, menyatakan, selain personel militer (TNI), tim itu juga akan mengikutsertakan kalangan sipil dari Kemlu.
”Mandat misi tim pemantau sudah disepakati saat pertemuan antar-menlu kemarin di Jakarta. Namun, soal rincian pengaturan dan teknis pelaksanaannya masih dipersiapkan dan dibahas saat ini,” ujar Michael.
Seperti diwartakan, tim pemantau itu diberi mandat untuk membantu dan mendukung semua pihak bersengketa agar menghormati komitmen gencatan bersenjata sekaligus menghindari bentrokan seperti pernah terjadi sebelumnya.
Di samping itu, tim juga bertugas memantau dan melaporkan setiap perkembangan, keluhan, dan pelanggaran kesepakatan gencatan senjata kepada semua pihak melalui Indonesia sebagai Ketua ASEAN.
Sengketa perbatasan sempat memanas dan memakan korban jiwa setelah pasukan militer kedua negara terlibat saling tembak, 4-7 Februari lalu, termasuk menggunakan artileri berat.
Pertempuran yang terjadi di sekitar lokasi Candi Preah Vihear itu menewaskan 11 orang dari kedua belah pihak. Belasan orang lainnya terluka, sementara ribuan warga yang tinggal di wilayah perbatasan terpaksa mengungsi.
Candi berusia hampir 11 abad dan telah ditetapkan sebagai milik Kamboja pada 1962 itu berdiri di lahan sengketa seluas 4,6 kilometer persegi.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment