Jakarta - Kemajuan teknologi informasi geospasial yang sangat pesat perlu disiasati dalam rangka melindungi kepentingan nasional, kata Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Dr Asep Karsidi.
"Kaitan dengan sistem pertahanan keamanan yang menjadi `concern` kita saat ini adalah informasi geospasial ini sangat mudah diakuisisi oleh satelit, apalagi teknologi satelitnya kita masih tergantung dari luar," kata Asep pada Simposium dan Pameran Teknologi Intelijen Geospasial di Jakarta, Kamis.
Berbagai satelit saat ini merekam secara otomatis seluruh objek di muka bumi dengan sangat detil mencapai 0,2 meter bahkan lebih baik lagi, termasuk kondisi fisik alam Indonesia.
Menurut dia, fakta ini bisa membahayakan kedaulatan bangsa dan harus segera disikapi agar kondisi fisik, alam dan informasi geospasial nasional tidak secara vulgar diketahui pihak asing.
Ia mengatakan, dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini kedaulatan menjadi relatif tanpa batas, tetapi secara hukum wilayah kenegaraan, Indonesia tetap memiliki kedaulatan dan punya batas wilayah dan aset strategis yang berkaitan dengan aspek pertahanan keamanan yang harus diamankan.
"Bagaimana jika keberadaan instalasi militer kita terbuka diketahui oleh asing, kan bahaya itu," katanya.
Karena itu, ujarnya, perlu langkah antisipasi agar kondisi riil di lapangan bisa disiasati agar tidak tampak terbuka direkam oleh satelit.
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Informasi Geospasial yang saat ini masih dibahas di DPR, ujar Asep, akan dimasukkan pelapisan-pelapisan terhadap data geospasial, mana yang bisa dibuka untuk umum dan mana yang tidak.
"Dalam peta rupabumi itu kita buat `blank` atau alam menyamarkan keberadaan aset-aset strategis tersebut. Tahapannya kini kita sedang melakukan koordinasi dengan semua instansi pemerintah, khususnya militer karena mereka kan yang tahu mana yang benar-benar strategis dan tidak," katanya.
Sementara itu, Deputi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) bidang Teknologi Ken Darmastono menekankan pentingnya kerja sama antara institusi geospasial dan institusi intelijen.
"Kalau mau meniru negara besar, pakar geospasial seharusnya merupakan orang intelijen. Ke depan harusnya begitu. Yang terjadi sekarang pakar geospasial orang sipil, sedangkan di intelijen belum banyak yang mengerti geospasial. Ini harus digabungkan," katanya.
Ia mencontohkan National Geospatial-Intelligence Agency (NGA) yang baru dibentuk beberapa tahun lalu di Amerika Serikat, merupakan bentukan antara Kemhan AS dan CIA dan memberi laporan kepada Presiden setiap hari.
"Kewenangan mereka sangat besar, ini berbeda dengan institusi intelijen geospasial yang ada di sini," katanya.
Informasi geospasial sangat penting bagi pertahanan negara, tegasnya, karena dengan data tersebut, bisa diketahui posisi diri, posisi kawan, posisi musuh, hambatan alam, hambatan buatan manusia, lingkungan sekeliling, batas wilayah dan lain-lain.
Sumber: ANTARA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment